Aktivis: Rohingya Akan Terus Ditindas, Kecuali Sanksi Penuh atas Myanmar Diberlakukan
WASHINGTON (SALAM-ONLINE): Aktivis kemanusiaan yang juga Ketua Satuan Tugas (SATGAS) Burma-AS Imam Abdul Malik Mujahid mengatakan, militer Myanmar tidak akan berhenti menindas dan melakukan aksi kekerasan terhadap Muslim Rohingya, kecuali jika AS dan PBB memberlakukan sanksi penuh terhadap negara itu.
“Permintaan kami, Amerika, Senat dan Kongres adalah bahwa mereka harus mengeluarkan sebuah undang-undang yang memberlakukan sanksi penuh atas Burma (Myanmar),” kata Abdul Malik dalam sebuah konferensi pers di Washington, Senin (8/1/18) sebagaimana diberitakan Anadolu Agency, Selasa (9/1).
“Myanmar tidak akan mendengarkan kecuali sanksi ekonomi penuh diterapkan,” lanjutnya.
Lebih dari 656.000 pengungsi Rohingya, kebanyakan anak-anak dan perempuan, telah meninggalkan Myanmar sejak 25 Agustus 2017 lalu, ketika militer Myanmar melakukan aksi kekerasan terhadap minirotas Muslim Rohingya, kata PBB.
Para pengungsi yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia itu, melarikan diri dari sebuah operasi militer, di mana tentara Myanmar dan gerombolan orang-orang Buddha membunuhi pria, wanita dan anak-anak, menjarah rumah dan membakar desa etnis Rohingya di Rakhine.
Menurut ‘Dokter Tanpa Batas’, setidaknya 9.000 Rohingya terbunuh di negara bagian Rakhine sejak 25 Agustus hingga 24 September 2017.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 12 Desember 2017, organisasi kemanusiaan global mengatakan bahwa kematian 6.700 Rohingya disebabkan oleh aksi kekerasan. Mereka, termasuk 730 anak di bawah usia 5 tahun.
PBB telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak kecil, penyiksaan brutal dan penghilangan yang dilakukan oleh apprat keamanan Myanmar. Dalam sebuah laporan, penyidik PBB mengatakan bahwa kejahatan tersebut merupakan pelanggaran terhadap kemanusiaan. (S)
Sumber: Anadolu Agency