Bendung Unjuk Rasa, Iran Blokir Telegram dan Instagram

TEHERAN (SALAM-ONLINE): Dalam rangka membendung unjuk rasa, Iran mengambil langkah dengan memblokir Telegram dan Instagram yang digunakan untuk mengatur demonstrasi anti-pemerintah yang berlangsung sejak Kamis (28/12/2017).

Pemblokiran “sementara” pada aplikasi Telegram dan Instagram (aplikasi berbagi foto) dilakukan pemrintah Iran untuk “menjaga ketenangan”, kantor berita Irib seperti dikutip BBC, Minggu (31/12/2017) melaporkan.

Unjuk rasa kali ini merupakan yang terbesar sejak demonstrasi besar terjadi di tahun 2009.

Presiden Hassan Rouhani mengatakan bahwa warga Iran memiliki hak untuk menggelar aksi protes, namun harus dilakukan secara tertib dan tidak menimbulkan gangguan.

Unjuk rasa dimulai dari timur laut sebagai sebuah protes terhadap memburuknya ekonomi,  melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok dan kian bertambahnya pengangguran. Namun dilaporkan aksi di banayak tempat berubah menjadi politis, dengan slogan-slogan melawan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei, Rouhani dan kebijakan luar negeri intervensionis Iran.

Dalam komentar publik pertamanya sejak demonstrasi tersebut terjadi, Presiden Iran, yang berbicara dalam sebuah rapat kabinet, mengatakan bahwa warga “bebas untuk melakukan kritik dan bahkan demonstrasi”. Namun dia menegaskan, pemerintah tidak akan menoleransi aksi yang menciptakan “gangguan sosial”.

Apapun, kekerasan meletus di banyak tempat. Kerumunan berkumpul di Teheran, sementara polisi menggunakan meriam air untuk membubarkan demonstran di persimpangan besar, seperti terekam dalam sebuah video yang diperoleh BBC.

Mengapa jaringan sosial diblokir?

Di lingkungan media yang dikontrol ketat, sebagian besar informasi tentang demonstrasi telah muncul melalui media sosial. Platform seperti Telegram dan Instagram banyak digunakan oleh demonstran.

Telegram khususnya sangat populer di Iran. Lebih dari 50% populasi di negara tersebut mengaku sebagai pengguna aktif di aplikasi ini.

CEO Telegram Pavel Durov menyatakan bahwa otoritas Iran mengambil tindakan pembatasan terhadap telegram, setelah perusahaannya menolak untuk menutup “saluran protes damai”.

Baca Juga

Durev mengatakan, Telegram telah diblokir setelah manajemen yang mengelola aplikasi itu menolak memenuhi permintaan pemerintah Iran untuk menutup aplikasi tersebut. “Otoritas Iran kini memblokir akses penggunaan Telegram bagi mayoritas warga Iran setelah masyarakat menolak menutup aplikasi itu,” ujar Pavel Durov.

Dalam sebuah postingan di Twitter, Durov mengatakan Telegram sebuah kelompok oposisi besar yang berbasis di luar negeri, Amadnews, diblokir pada Sabtu setelah mereka menyerukan kekerasan terhadap polisi.

Menteri Komunikasi Iran Mohammad-Javad Azari Jahromi sebelumnya menuduh channel telegram seperti Amadnews mempropagandakan “pemberontakan bersenjata dan kerusuhan sosial”, termasuk penggunaan bom bensin.

Ada ketidakpuasan yang meluas dan memanas di Iran. Represivitas pun menjadi masif dan kesulitan ekonomi semakin memburuk. Investigasi BBC Persia menemukan rata-rata orang Iran 15% menjadi lebih miskin dalam 10 tahun terakhir.

Kelompok pemrotes telah menyebar ke kota-kota kecil di seluruh negeri dan memiliki potensi untuk terus tumbuh. Tapi tidak ada kepemimpinan yang jelas. Tokoh oposisi telah lama dibungkam atau dikirim ke pengasingan.

Bahkan di pengasingan, tidak ada satu tokoh oposisi pun yang memimpin. Beberapa pengunjuk rasa menyerukan kembalinya ke monarki (kerajaan).

Beberapa pengunjuk rasa menyerukan kembalinya ke sistem kerajaan. Putra mantan Shah Iran, Reza Pahlevi, yang mengasingkan diri ke Amerika Serikat sudah mengeluarkan pernyataan mendukung pengunjuk rasa. Namun, sama seperti yang lain, dia juga tidak mengetahui ke mana arahnya unjuk rasa ini.

Demonstrasi pada Sabtu lalu membuahkan bentrokan di beberapa kota. Dua demonstran di Kota Dorut meninggal karena luka tembak. Pihak berwenang mengklaim pasukan keamanan tidak menembaki demonstran. Malah otoritas keamanan mengambinghitamkan kematian tersebut karena agitasi “ekstremis” Muslim Sunni dan kekuatan asing. (S)

Siumber: BBC

Baca Juga