Delegasi Uni Eropa Desak Myanmar Izinkan PBB Selidiki Kejahatan terhadap Rohingya
YANGON (SALAM-ONLINE): Delegasi negara-negara Uni Eropa mendesak pemerintah Myanmar pada Kamis (11/1/18) untuk memberikan akses tim investigasi independen ke negara tersebut.
Permintaan tersebut muncul setelah militer Myanmar mengakui bahwa sejumlah tentaranya terlibat dalam pembunuhan 10 orang Rohingya yang ditangkap di negara bagian Rakhine bagian barat.
Dalam langkah langka, sebuah laporan penyelidikan militer Myanmar pada Rabu mengakui bahwa tentara bersama penduduk setempat telah membunuh 10 orang Rohingya yang tertangkap dan menguburkan mereka di sebuah kuburan massal di dekat desa Din, Kota Maungdaw di negara bagian Rakhine pada September 2017 lalu.
Dalam sebuah pernyataan, delegasi Uni Eropa di negara tersebut mengatakan, pembunuhan brutal ini mengonfirmasi kebutuhan mendesak untuk penyelidikan yang menyeluruh dan kredibel terhadap semua pelanggaran hak-hak tersebut. Operasi militer Myanmar telah memaksa setidaknya 650.000 orang, kebanyakan Muslim Rohingya, melarikan diri melintasi perbatasan Bangaldesh sejak Agustus 2017 lalu.
“Impunitas pelaku pelanggaran serius hak asasi manusia harus diakhiri,” kata delegasi Uni Eropa seperti dilansir Anadolu Agency, Jumat (12/1)
Pemerintah negara-negara Eropa tersebut mendesak Myanmar untuk “bekerjasama sepenuhnya dengan misi pencarian fakta independen dan wakil independen lainnya, termasuk wartawan, untuk menyediakan akses penuh, aman dan tidak terhalang ke semua wilayah konflik tanpa penundaan”.
Amnesty International menyambut baik pengakuan oleh militer tersebut, dengan mengatakan bahwa ini adalah keputusasaan yang tajam dari kebijakan penghapusan blanket atas kesalahan apapun selama operasi di wilayah Maungdaw.
“Namun, ini hanyalah puncak gunung es serius mengenai kekejaman lain yang dilakukan di tengah kampanye pembersihan etnis yang telah memaksa lebih dari 655.000 Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine itu sejak Agustus 2017 lalu,” kata Direktur Regional Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pacific, James Gomez, Rabu (10/1/18).
Amnesty International dan lainnya, telah mendokumentasikan banyak bukti bahwa jumlah korban yang dibunuh jauh melampaui yang diakui. Di desa-desa dan dusun-dusun di seluruh negara bagian Rakhine utara, militer telah membunuh dan memperkosa Rohingya, membakar desa mereka sampai rata dengan tanah.
“Tindakan ini berarti kejahatan terhadap kemanusiaan dan mereka yang bertanggungjawab harus dibawa ke pengadilan,” ujar James Gomez.
Enis Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat atas serangan tersebut sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Sejak 25 Agustus 2017, sekitar 650.000 pengungsi, kebanyakan anak-anak dan perempuan, melarikan diri dari Myanmar ketika pasukan Myanmar melancarkan aksi kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas tersbut, kata PBB.
Sedikitnya 9.000 Rohingya dibunuh di negara bagian Rakhine sejak 25 Agustus hingga 24 September 2017, menurut Dokter Tanpa Batas.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 12 Desember 2017, organisasi kemanusiaan global tersebut mengatakan bahwa kematian 71,7 persen atau 6.700 Rohingya disebabkan oleh kekerasan. Mereka termasuk 730 anak di bawah usia 5 tahun.
PBB telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak-anak, pemukulan brutal dan penghilangan nyawa yang dilakukan oleh aparat keamanan. Dalam sebuah laporan, penyidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (S)
Sumber: Anadolu Agency