Mereka tak Siap Kembali, Kesepakatan Bangladesh-Myanmar Pulangkan Rohingya Dikritik

Pengungsi Rohingya saat mengantre makanan di dekat kamp pengungsi Kutupalong setelah melintasi perbatasan Bangladesh Myanmar di Ukhia. (Foto: Reuters)

WASHINGTON (SALAM-ONLINE): Direktur Rohingya American-Society (RAS), Shaukhat Ali, mengkritik kesepakatan antara Bangladesh dengan Myanmar pada November 2017 lalu terkait pemulangan pengungsi Rohingya ke negara bagian Rakhine, Myanmar.

Dia mengatakan bahwa hal tersebut menunjukkan kegagalan dalam penanganan masalah hak-hak dasar sipil, hak kewarganegaraan dan hak etnik.

“Satu-satunya yang disebutkan dalam kesepakatan tersebut adalah ‘penduduk Myanmar’, ini berarti ‘penduduk sementara’, dan bahwa mereka (orang Rohingya) bukan bagian dari Myanmar, mereka bukan milik Myanmar. (Berdasarkan kesepakatan) mereka hanya tamu,” ungkap Ali yang dikutip Anadolu Agency, Selasa (9/1/18)

“Pemerintah Myanmar dengan terpaksa sengaja menerima etnis Rohingya kembali hanya untuk menghindari tekanan internasional,” sesalnya

Dia menekankan bahwa pengungsi Rohingya tidak siap untuk kembali ke Myanmar kecuali jika keamanan mereka sepenuhnya terjamin, kewarganegaraan mereka dipulihkan, dan mereka diizinkan untuk tinggal di tanah mereka tanpa mengalami penganiayaan dan penindasan.

‘Pengungsi Rohingya tidak siap untuk kembali ke Myanmar’ berdasarkan kesepakatan yang saat ini cacat, kata pendukung Rohingya.

“Jika kondisi ini tidak terpenuhi, ini adalah permainan, melemparkan orang keluar dan menerima (mereka kembali),” tambahnya.

“Mereka mengusir ratusan ribu orang Rohingya tapi mereka menerima (kembali) jauh lebih sedikit dari pada itu. Jadi setiap kali lebih banyak orang dilempar keluar dan kemudian menerimanya kembali dalam jumlah yang lebih kecil,” ujar Ali.

“Begitulah cara mereka menghapus etnis Rohingya,” terangnya.

Baca Juga

Pada akhir November 2017, Myanmar dan Bangladesh menandatangani sebuah kesepakatan untuk mengembalikan Muslim Rohingya yang melintasi perbatasan sejak 25 Agustus 2017 tahun lalu.

“Apa yang ingin kita lakukan di sini, di Washington, benar-benar lebih baik menyadarkan semua anggota parlemen di Kongres AS dan Senat tentang apa yang sedang terjadi di negara bagian Rakhine itu,” kata Adam Marro, Direktur Penjangkauan Satuan Tugas (SATGAS) Burma-AS kepada Anadolu Agency.

Marro mengatakan bahwa ada banyak minat tentang situasi Muslim Rohingya, khususnya di Komite Hubungan Luar Negeri Senat.

“Mereka sangat ingin membantu, mendukung, dan kami akan terus mengadakan pertemuan tersebut, terutama untuk sanksi terhadap Myanmar,” Marro menambahkan.

“Kami ingin memastikan bahwa kita bisa mendapatkan sanksi yang sebenarnya akan dirasakan dan menimbulkan rasa sakit di Myanmar.”

LSM Satgas Burma diluncurkan pada 2013 oleh sejumlah kelompok Muslim Amerika terkemuka.

Tujuannya adalah untuk menghentikan pembersihan etnis yang dialami di Myanmar dan menyadarkan orang Amerika tentang kekejaman yang dihadapi oleh Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine tersebut. (S)

Sumber: Anadolu Agency

Baca Juga