JAKARTA (SALAM-ONLINE): Rencana Mendagri yang hendak menjadikan dua pejabat Polri sebagai Penjabat Gubernur adalah ide yang sangat berbahaya bagi demokrasi karena akan menjadi preseden bagi munculnya Dwifungsi Polri. Padahal salah satu perjuangan reformasi menjatuhkan Orde Baru adalah memberangus Dwifungsi ABRI.
Demikian ditegaskan oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam siaran pers yang diterima redaksi, Senin (29/1/18).
Neta berharap, penguasa bisa menjaga independensi dan profesionalisme Polri dan jangan berusaha menarik-narik Polri ke wilayah politik praktis. Apalagi hendak menciptakan Dwifungsi Polri.
“Sebab, upaya itu akan merusak citra Polri, membuat Polri tidak profesional dan akan menimbulkan kecemburuan TNI dimana Dwifungsi ABRI sudah diberangus, kok malah muncul Dwifungsi Polri,” ungkapnya.
Mendagri, kata Neta, harus segera membatalkan gagasan liarnya tersebut. Mendagri, lanjutnya, harus paham bahwa tugas kedua jenderal polisi yang akan dijadikan penjabat gubernur itu sangat berat, terutama dalam mengamankan pilkada serentak.
Asisten Operasi Polri yang akan dijadikan Plt atau penjabat Gubernur Jabar misalnya, tugasnya sangat berat untuk mengendalikan pengamanan pilkada di seluruh Indonesia.
“Bagaimana dia bisa mengatasi kekacauan di daerah lain jika dia menjadi Plt Gubernur Jabar. Begitu juga Kadiv Propam yang akan jadi Plt Gubernur Sumut, tugasnya harus mengawasi netralitas semua jajaran kepolisian di lapangan. Bagaimana keduanya bisa menjadi wasit yang baik, jika keduanya juga ditarik tarik sebagai pemain,” terangnya mempertanyakan.
Oleh karenanya, IPW berharap Polri sebaiknya menolak rencana dan usulan Mendagri itu. Dengan demikian Polri tetap konsen pada penjagaan keamanan di pilkada 2018, dan kepolisian bisa profesional, proporsional dan independen, meski ada 10 perwiranya yang ikut pilkada.
“Seharusnya plt (penjabat sementara, red) gubernur tetap diserahkan kepada pejabat di kemendagri karena Dwifungsi Polri melanggar UU No 2 thn 2002 tentang kepolisian,” tegasnya.
IPW berharap para birokrat sipil tidak memancing-mancing dan menarik-narik Polri ke wilayah politik praktis ataupun ke wilayah pemerintahan sipil. Apalagi, ujar Neta, saat ini ada sejumlah jenderal polisi dan militer yg ikut pilkada 2018, keberadaan perwira polri sebagai plt/penjabat gubernur akan bisa berdampak negatif bagi Polri itu sendiri.
“Terutama untuk di Jabar, keberadaan perwira kepolisian sebagai plt/penjabat gubernur bisa berdampak pada penggugatan sejumlah pihak terhadap independensi dan profesionalisme polri,” jelas Neta.
Dalam situasi pilkada seperti sekarang ini, kata Neta, posisi polri sangat tepat jika tetap profesional dan independen serta tetap menjadi polisi sebagai penjaga keamanan. Jika pun terjadi konflik dlm proses pilkada, ujar dia, polri lebih bisa berdiri di antara semua kelompok dan tidak dituding berpihak pada satu kelompok.
“IPW tidak menginginkan Polri dituduh bahwa keterlibatan jenderalnya sebagai plt/penjabat gubernur hanya untuk memenangkan cagub dari partai tertentu. Jika kesan itu muncul tentunya akan sangat merugikan masa depan Polri,” tandasnya mengingatkan. (S)