JAKARTA (SALAM-ONLINE): Kapolri Jenderal Tito karnavian menyatakan dirinya dan institusi Polri tak ada niat untuk tidak membangun hubungan dengan ormas-ormas Islam di luar Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Dia menyebut, video yang berisi pidatonya soal ormas Islam di Indonesia sudah mengalami penyuntingan. Video yang beredar di media sosial hanya dua menit dari total 26 menit pidato tersebut.
“Itu sebetulnya kata sambutan saya panjang 26 menit. Dipotong (jadi) dua menit yang mungkin jika dicerna segitu saja membuat kurang nyaman,” ungkapnya di Jakarta, Rabu (31/1/18).
Dia menjelaskan, pidato tersebut dilakukan pada saat gelaran Silaturahim dan Dialog Kebangsaan Ulama, Pengasuh Pondok Pesantren, Syuriah PCNU se-Banten, di Pesantren An-Nawawi, Tanara, Serang, Rabu (8/2/2017).
Hal itu sudah ia konfirmasi kepada anak buahnya. “Saya tanya staf, karena saya tidak mengeluarkan pernyataan baru-baru ini. Ternyata itu tanggal 8 Februari 2017,” terangnya.
Tito mengaku, dirinya tidak melakukan diskriminasi terhadap ormas-ormas selain Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
“Tak ada niat dari saya, Kapolri dan institusi Polri untuk tidak membangun hubungan dengan ormas Islam di luar NU dan Muhammadiyah,” ujarnya.
Kapolri mengakui pentingnya membangun silaturahmi dengan ormas Islam. Kerja sama akan dilakukan dengan ormas-ormas Islam. Terlebih, dalam tahapan Pilkada 2018. Tujuannya, mendinginkan suasana di tahun politik.
“Ke depan kami akan datang membangun hubungan erat dengan ormas lainnya. Kita akan datang, serta jajaran kepolisian di Polda, Polres, saya perintahkan untuk bekerjasama dengan ormas-ormas Islam,” tandasnya.
Sebelumnya, beredar video dan tulisan yang menjadi viral tentang pidato Tito yang terkesan hanya melihat NU dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang berjasa bagi negara. Yang lainnya bahkan disebut mau merontokkan NKRI. Padahal banyak di antara ormas Islam itu sudah berjuang mengusir penjajah sebelum Muhammadiyah dan NU lahir.
Malahan Dr Mohammad Natsir dari Organisasi Persatuan Islam (Persis) dan tokoh Partai Islam Masyumi yang saat itu menjadi Menteri Penerangan, melalui Mosi Integralnya pada 1949 memprakarsai pembentukan NKRI setelah Indonesia ditinggalkan Belanda dalam bentuk negara federal. Karena jasanya, Presiden Soekarno menunjuknya sebagai Perdana Menteri. (*)
Sumber: CNNIndonesia, Salam-Online