‘Neraka Dunia’ di Ghouta Timur, PBB Desak Hentikan ‘Pemusnahan Mengerikan’ di Suriah

Seorang pria membawa bocah laki-laki yang terluka, melewati reruntuhan bangunan yang hancur di Ghouta Timur, Suriah pada Rabu, 21 Februari 2018. (Foto: Bassam Khabieh/Reuters)

GHOUTA TIMUR (SALAM-ONLINE): PBB menuntut penghentian segera serangan udara terhadap Ghouta Timur yang banyak membunuh warga sipil Suriah di wilayah tersebut. Setidaknya dalam beberapa hari ini korban terbunuh sudah mendekati 300 orang.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut daerah basis pejuang oposisi Suriah itu sebagai “neraka di dunia” lantaran serangan rezim Basyar Asad yang didukung Rusia dalam beberapa bulan ini semakin intens dengan memakan banyak korban warga sipil dan porak porandanya kota tersebut.

Rezim Suriah yang didukung oleh pesawat tempur Rusia terus menancapkan pasukannya di pinggiran kota Damaskus itu. Pada Rabu (21/2/2018) kemarin, setidaknya 27 warga sipil terbunuh, sehingga dalam tiga hari terakhir menambah korban jiwa menjadi 270 orang, termasuk 60 anak-anak.

“Terhadap semua pihak yang terlibat untuk segera menghentikan semua kegiatan perang di Ghouta Timur,” seru Guterres dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB, Aljazeera melaporkan, Kamis (22/2). “Ini adalah tragedi kemanusiaan yang sedang berlangsung di depan mata kita, dan kita tidak bisa membiarkan hal itu terus terjadi,” katanya.

Sekitar 400.000 orang tinggal di daerah yang telah dikepung selama bertahun-tahun oleh pasukan rezim. Kepala HAM PBB Zeid Ra’ad al-Hussein menyebut serangan udara dan tembakan artileri di wilayah ini sebagai sebuah “kampanye pemusnahan yang mengerikan”.

“Hukum humaniter internasional harus dikembangkan secara tepat untuk menghentikan situasi seperti ini, di mana warga sipil dibantai secara masif untuk memenuhi tujuan politik atau militer,” sesalnya.

PBB telah mendokumentasikan 346 warga sipil terbunuh, 878 orang terluka, sejak 4 Februari 2018. Kebanyakan serangan udara keji itu menyasar daerah permukiman, kata Zeid.

Keterlibatan Rusia

Rusia membantah terlibat dalam serangan udara pada Rabu kemarin. Negara sekutu Asad itu membantah tuduhan keterlibatannya dari seorang pejabat AS sebagai “tanpa dasar”.

“Tidak jelas atas dasar apa (mereka menuduh)… Kami membantahnya,” kata juru bicara kepresidenan Rusia Dmitry Peskov.

Namun, bukan rahasia lagi, jet-jet tempur Rusia aktif melancarkan serangan udara di Suriah untuk mendukung rezim Asad sejak tahun 2015 sampai sekarang.

Baca Juga

Rusia sendiri berkilah terkait serangan rezim Asad di Ghouta Timur itu. “Perundingan untuk mencoba mengatasi secara damai situasi mengerikan di Ghouta Timur pecah setelah kelompok oposisi di kawasan itu mengabaikan seruan agar menghentikan perlawanan dan meletakkan senjata mereka,” dalih militer Rusia, Rabu (21/2) malam.

Malah militer Rusia juga menuduh pejuang oposisi  mencegah warga sipil untuk meninggalkan zona konflik.

Duta Besar Rusia di PBB Vassily Nebenzia meminta sebuah pertemuan Dewan Keamanan mengenai situasi di Ghouta Timur yang akan diselenggarakan pada Kamis (22/2) ini.

Ratusan orang meregang nyawa dalam ‘serangan tanpa ampun’ di Ghouta Timur hanya dalam hitungan hari. Komite Palang Merah Internasional (ICRC) meminta akses medis terhadap mereka yang terluka.

“Pertarungan nampaknya akan menyebabkan lebih banyak mereka yang menderita pada hari-hari ini dan minggu depan,” kata kepala ICRC di Suriah Marianne Gasser.

“Korban luka parah pun hanya akan menemui kematian karena mereka tidak mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya. Sementara di beberapa daerah di Ghouta, seluruh keluarga tidak memiliki tempat yang aman untuk dilalui.”

Warga yang terluka parah, memang tak mendapatkan pengobatan, lantaran delapan fasilitas medis juga diserang pada Selasa (20/2).

Kepada Aljazeera di Ghouta Timur, aktivis kemanusiaan Mouayad Mohildeen mengatakan bahwa serangan dan pengeboman terus menyasar daerah kantong tersebut.

“Ada banyak orang meninggal di sini, ada banyak yang luka, sementara fasilitas medis hancur, kami merasa dikhianati oleh masyarakat internasional,” keluhnya.

Sejak Maret 2011, diperkirakan 465.000 warga Suriah terbunuh dalam pertempuran, satu juta terluka, dan sekitar 12 juta—separuh populasi sebelum perang di negara itu—telah mengungsi dari rumah mereka ke negara tetangga seperti Turki, Lebanon, Yordania, juga ke wilayah Suriah yang bebas dari perang. (S)

Sumber: Aljazeera

Baca Juga