Peneliti Senior LIPI: Gatot Sosok Jenderal Kuat, Jokowi Belum Membumi untuk Pemilih Muslim

Prof Dr R Siti Zuhro, MA. (Foto: mus/salam-online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pesta demokrasi di tahun 2018 dan 2019 sudah di ambang pintu. Dan, suara umat Islam sebagai penduduk mayoritas di Indonesia tidak bisa diremehkan. Peneliti senior LIPI Prof Dr R Siti Zuhro, MA berpendapat bahwa ada beberapa cara untuk mendapatkan simpati umat Islam.

Apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo yang berencana maju kembali di Pilpres 2019 dalam mendekati umat Islam akhir-akhir ini, menurut Zuhro, belumlah cukup. Ia mengatakan, untuk mendapatkan suara umat Islam harus dengan keikhlasan.

“Mendekati Muslim itu tidak bisa anget-anget. Harus ada keikhlasan yang betul-betul bisa dirasakan (umat Islam),” ungkap Zuhro usai menjadi salah seorang pembicara dalam acara Talkshow Tasyakuran Milad Pertama media online ‘Berita Politik Indonesia’ Rilis.id, di Grand Tower Slipi Convention Center, Jakarta Barat, Senin (26/2/2018) malam.

Pemilih Muslim, menurutnya, bisa menilai akan hal itu. Masyarakat saat ini, kata dia, khususnya Muslim, tidak mau dibohongi. Mereka akan mencari sosok yang sebenarnya memihak kepada kepentingan Muslim dan orang banyak, karena memang Islam sendiri mengajarkan “rahmatan lil ‘aalamiin”.

“Aspirasi kepentingan Muslim untuk direpresentasikan besar sekali. Jadi kekecewaannya, ketidakpuasannya, diobati nantinya oleh sosok calon pemimpin yang betul-betul amanah,” terang Zuhro.

Saat ini, dia menuturkan, sosok Jenderal Gatot Nurmantyo sudah relevan (meskipun belum ideal) sebagai sosok pemimpin baru yang akan mendapat suara umat Islam. Tapi, dia memastikan, ceritanya akan berbalik jika nantinya Jenderal Gatot berpasangan dengan Jokowi.

“Memang sosok Pak Gatot sangat kuat. (Tapi) akan beda kalau Pak Gatot datang ke Jokowi. Dukungan belum tentu datang lagi. Itu masalahnya,” tutur Zuhro.

Baca Juga

Sosok Jokowi, menurutnya, adalah calon yang belum membumi dan belum mengakar untuk pemilih Muslim. Oleh karenanya, untuk pemilihan presiden 2019 nanti, Jokowi masih perlu untuk berpasangan dengan sosok seperti Jusuf Kalla.

Bagaimanapun, pada Pilpres 2014 lalu, kata dia, Jusuf Kalla-lah yang paling berpengaruh dalam memenangkan Jokowi.

“Bisa saja Pak Jokowi mengambil sosok seperti Pak JK, tetapi yang paham dengan pemerintahan. Kriteria yang tidak jauh-jauh seperti Pak JK yang cocok,” ujarnya.

Jokowi (tengah) dan Jenderal Gatot Nurmantyo (kanan)

Zuhro menambahkan bahwa politik identitas adalah suatu kewajaran dalam kontestasi politik. Bukan hanya di Indoneisa, di negara yang diklaim sebagai pusat demokrasi seperti Amerika Serikat pun, kata dia, politik identitas itu ada.

Bagi Zuhro, politik identitas normal ada di sebuah negara. Dikatakan tidak normal, jelasnya, jika digunakan dengan cara berlebihan.

“Tidak normal adalah menggunakannya dengan cara berlebihan. Yang tidak boleh adalah melakukan kebohongan, menyesatkan, itu yang tidak boleh,” tandasnya. (MNM/Salam-Online)

Baca Juga