Bantuan Makanan Dapat Izin Masuk ke Ghouta Timur, tapi Pasokan Medis Dirampas Rezim Suriah

Meski konvoi bantuan makanan diizinkan memasuki Ghouta Timur, namun pasokan untuk medis dilarang dan dirampas oleh militer rezim Asad pada Senin, 5 Maret 2018

GHOUTA TIMUR (SALAM-ONLINE): Untuk pertama kalinya dalam waktu hampir sebulan, sebuah konvoi 46 truk yang membawa bantuan kemanusiaan diizinkan memasuki Ghouta Timur melalui sebuah pos pemeriksaan yang dikendalikan oleh rezim Basyar Asad. Namun, pasokan penting untuk medis telah dirampas oleh militer rezim.

Komite Palang Merah Internasional (ICRC) membenarkan sejumlah peralatan medis telah dirampas oleh militer rezim Asad, namun ICRC tidak memberikan rincian.

Meski demikian, alat-alat bedah dan obat-obatan masih diizinkan masuk, termasuk 5.500 kantong makanan dan tepung yang cukup untuk 27.500 orang.

Robert Mardini, kepala operasi Timur Tengah untuk Komite Palang Merah Internasional, mengatakan dalam sebuah tweet pada Senin (5/3/2018) bahwa sebuah konvoi yang membawa bantuan untuk puluhan ribu orang sedang dalam perjalanan ke Ghouta Timur.

Konvoi tersebut termasuk berisi alat-alat bedah dan obat-obatan, serta 5.500 kantong makanan dan tepung yang cukup untuk 27.500 orang.

Ali al-Za’tari, seorang pejabat senior PBB dalam konvoi tersebut, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa butuh waktu berjam-jam untuk membawa bantuan itu hingga sampai di daerah kantong Suriah yang terkepung tersebut.

Lebih dari 700 warga sipil terbunuh dalam serangan udara yang semakin gencar dimulai sejak 18 Februari 2018 lalu.

Ghouta Timur, yang berpenduduk 400.000 orang, telah dikepung (diblokade) oleh rezim Asad sejak kelompok pejuang oposisi menguasai daerah pinggiran ibu kota Damaskus itu pada pertengahan 2013.

Sementara serangan di wilayah tersebut kembali dilakukan oleh rezim dan Rusia, Senin (5/4), membunuh sedikitnya 45 warga sipil, kata Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR).

Lembaga pemantau perang Suriah yang berbasis di Inggris itu mengatakan setidaknya 19 orang terbunuh  di kota Hammuriyeh, tempat bom barel dijatuhkan.

SOHR mengatakan bahwa jumlah korban terbunuh dapat meningkat saat jasad diambil dari reruntuhan bangunan.

Za’tari mengatakan bahwa dia “tidak senang” mendengar teriakan keras di dekat titik persimpangan ke Ghouta Timur, meskipun ada kesepakatan bahwa bantuan tersebut akan disampaikan dengan aman.

“Kami perlu diyakinkan bahwa kami akan bisa memberikan bantuan kemanusiaan dalam kondisi baik,” katanya seperti dikutip Aljazeera, Senin (5/4).

Gencatan senjata 30 hari dengan suara bulat disejutui oleh anggota Dewan Keamanan (DK) PBB pada 24 Februari lalu, namun sebagian besar gagal diberlakukan.

Warga Ghouta Timur, yang terletak di sebelah timur Damaskus dan dikenal sebagai keranjang roti ibu kota, sebelumnya telah menyuarakan skeptisisme mereka terhadap “jeda kemanusiaan” lima jam yang diusulkan Rusia dan dimulai pada Selasa lalu.

“Jeda” ini diharapkan akan menciptakan “koridor kemanusiaan” untuk memungkinkan evakuasi mereka yang membutuhkan perawatan medis dan masuknya konvoi bantuan. Namun serangan udara terus mengarah ke warga sipil dan kawasan permukiman.

Baca Juga

Sebelumnya, media rezim, SANA, menuduh “kelompok teroris” menghentikan warga sipil untuk mengevakuasi Ghouta Timur melalui Wafideen untuk hari ketujuh berturut-turut.

“Kelompok ‘teroris’ di Ghouta masih mencegah warga sipil untuk pergi, bahkan dengan ambulans dan bus transportasi yang menunggu di sisi lain dari koridor yang aman,” klaim SANA.

Serangan darat

Sementara itu, kata SOHR, pasukan rezim Suriah dan sekutunya maju lebih jauh ke Ghouta Timur.

“Pasukan rezim sekarang menguasai 33 persen, atau sepertiga, dari Ghouta Timur yang dikepung,” kata kelompok tersebut pada Senin (5/4).

Rami Abdel Rahman, Direktur SOHR, mengatakan bahwa kecepatan pasukan rezim untuk masuk ke daerah kantong oposisi adalah karena fakta bahwa “operasi sejauh ini kebanyakan dilakukan di lahan pertanian”.

Rezim Asad mengatakan telah merebut kembali kendali atas 36 persen Ghouta Timur.

Media Militer Pusat mengatakan bahwa pasukan rezim melanjutkan kemajuan mereka dari timur dan hanya 3 km dari pertemuan pasukan yang maju dari barat, meletakkan dasar bagi pembagian Ghouta Timur menjadi dua bagian.

Namun wartawan lokal di wilayah tersebut mengatakan bahwa wilayah yang dikuasai rezim kurang dari seperempatnya.

Relawan Suriah membawa seorang pria yang terluka setelah serangan udara rezim menghantam daerah permukiman di kota Douma, Ghouta Timur. (Foto: Anadolu Agency)

Dalam sebuah konferensi pers pada Ahad, Basyar Asad mengatakan bahwa tentara rezim menyerang Ghouta Timur “untuk memulihkan stabilitas dan membela orang-orang yang menghadapi teroris”.

“Kami akan terus memerangi ‘terorisme’ … dan operasi Ghouta merupakan kelanjutan dari memerangi ‘terorisme’,” Asad mengklaim.

Jaisyul Islam, salah satu kelompok oposisi bersenjata di Ghouta Timur, mengatakan bahwa “kebijakan bumi hangus” rezim Asad yang didukung Rusia telah memaksa oposisi mundur dan melakukan konsolidasi, namun bersumpah untuk merebut kembali wilayah yang hilang.

Juru bicara Jaisyul Islam, Hamza Bairakdar, mengatakan, pihaknya sudah mulai ofensif. Ia juga mengungkapkan, “Ratusan tentara rezim Suriah telah terbunuh dalam dua minggu terakhir.” (S)

Sumber: Aljazeera

Baca Juga