Theresa May: Inggris Akan Terus Angkat Isu Rohingya yang Tertindas
SALAM-ONLINE: Perdana Menteri Inggris, Theresa May menegaskan, Selasa (27/3/2018) bahwa pihaknya akan terus mengangkat isu kaum Rohingya yang tertindas di PBB dan khususnya secara langsung ke pemerintahan Myanmar.
Menanggapi pertanyaan pada pertemuan komite di parlemen, May mengatakan bahwa Inggris akan terus mendukung Bangladesh yang wilayahnya dijadikan tempat berlindung untuk pengungsi Rohingya dan “akan menuntut kasus tersebut sebagai masalah ke pemerintahan Myanmar”.
“(Inggris) akan terus melakukan apa yang bisa kami lakukan untuk memastikan penderitaan rakyat Rohingya menjadi perhatian dunia secara lebih umum sehingga orang-orang tidak melupakannya … dan itu disimpan dalam kesadaran masyarakat,” kata May saat menanggapi pertanyaan Steven Twigg yang mengepalai Komite Pembangunan Internasional di parlemen, sebagaimana dilansir Anadolu Agency, Rabu (27/3).
Selama sesi tersebut, Twigg mengingatkan komite bahwa Kedutaan Besar Myanmar di London bulan lalu menolak visa delegasi parlemen Inggris yang ingin melakukan kunjungan ke Bangladesh dan Myanmar untuk mengunjungi kamp pengungsi sebagai evaluasi.
“Kunjungan panitia parlemen lintas partai direncanakan sebagai bagian dari penyelidikan komite ke Departemen untuk pekerjaan Pembangunan Internasional di Bangladesh dan Burma (Myanmar),” kata komite itu.
“Kami sangat kecewa. Sulit untuk menghindari kesimpulan bahwa ini adalah konsekuensi langsung dari laporan kami tentang Rohingya, ”kata Twigg setelah penolakan visa.
Etnis Rohingya digambarkan oleh PBB sebagai manusia yang paling teraniaya di dunia, karena menghadapi ketakutan yang terus menerus meningkat akibat serangan yang mereka alami sejak puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesty International, sejak Agustus 2017, pasca Pasukan Militer Myanmar melancarkan serangan terhadap Muslim Rohingya, lebih dari 750.000 orang yang kebanyakan wanita dan anak-anak, meninggalkan tanah mereka di Myanmar dengan menyeberang ke Bangladesh.
Para pengungsi tersebut melarikan diri dari operasi militer, saat pasukan keamanan dan gerombolan Buddha membantai pria, wanita dan anak-anak, menjarah rumah dan membakar desa-desa Rohingya.
Sementara menurut organisasi kemanusiaan medis internasional, Doctors without Borders (Dokter tanpa Batas), setidaknya 9.000 orang Rohingya terbunuh di negara bagian Rakhine sejak 25 Agustus hingga 24 September 2017 lalu.
Dalam sebuah laporan yang dipublikasikan pada 12 Desember 2017 lalu, kelompok dokter internasional itu mengungkapkan, 71,7 persen atau 6.700 kematian orang Rohingya, disebabkan oleh tindak kekerasan, termasuk 730 anak di bawah usia lima tahun.
PBB juga mendokumentasikan beberapa kejadian yang dialami Muslim Rohingya seperti perkosaan massal, pembunuhan—termasuk bayi dan anak kecil—pemukulan brutal dan penghilangan paksa yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar.
Dalam sebuah laporan, penyidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (MNM/Salam-Online)
Sumber: Anadolu Agency