Wabah Penyakit ‘Hantui’ Kamp Pengungsi Rohingya Saat Musim Hujan Berlanjut
SALAM-ONLINE: Save the Children pada Jumat (16/3/2018) lalu memperingatkan untuk mewaspadai wabah penyakit yang ‘menghantui’ kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh saat musim hujan terus berlanjut.
Dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Worldbulletin, Ahad (18/3), kelompok hak asasi anak atau lembaga internasional perlindungan anak itu mengatakan bahwa ada risiko kesehatan yang berasal dari kurangnya pengaturan WC yang tepat.
“Potensi keadaan darurat kesehatan yang baru dan mematikan sangat nyata. Seperempat dari semua toilet di kamp-kamp tersebut diperkirakan akan rusak akibat musim hujan,” kata Myriam Burger, penasihat kesehatan organisasi tersebut di kota Cox’s Bazar, Bangladesh, di mana ribuan pengungsi tinggal di kamp kota tersebut.
PBB telah mengajukan dana sebesar US$950 juta segera untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Rohingya dan tuan rumah (Bangladesh), pernyataan tersebut menambahkan.
Secara terpisah, UNICEF mengatakan bahwa sedikitnya 50.000 toilet dibutuhkan oleh para pengungsi.
Sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 750.000 pengungsi, kebanyakan anak-anak dan wanita telah meninggalkan Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan aksi kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas, menurut Amnesty International.
Etnis Rohingya tersebut melarikan diri dari sebuah operasi militer di mana pasukan keamanan dan gerombolan Buddha membunuhi pria, wanita dan anak-anak, menjarah rumah dan membakar desa-desa Rohingya.
Sedikitnya 9.000 Rohingya terbunuh di Rakhine sejak 25 Agustus hingga 24 September 2017 tahun lalu, menurut Doctors Without Borders (Dokter tanpa Batas).
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan Desember 2017 lalu, kelompok kemanusiaan tersebut mengatakan bahwa kematian 71,7 persen atau 6.700 Rohingya disebabkan oleh tindak kekerasan. Mereka termasuk 730 anak berusia di bawah 5 tahun.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat atas serangan dari militer Myanmar dan gerombolan Buddha tersebut sejak puluhan orang dibantai dalam kekerasan komunal pada 2012.
PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan—termasuk bayi dan anak kecil—pemukulan brutal dan penghilangan paksa nyawa yang dilakukan oleh apparat militer.
Dalam sebuah laporan, penyidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (S)
Sumber: Worldbulletin