Cerita Jurnalis JITU di Balik Konflik Suriah

Diskusi Publik ‘Tujuh Tahun Konflik Suriah, Antara Realita dan Propaganda’ yang digelar Jurnalis Islam Bersatu dan Aksi Cepat Tanggap (ACT), 7 April 2018, di Jakarta. (Foto: MUS/Salam-Online))

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Ketua Umum Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Muhammad Pizaro, menceritakan beberapa pengalamannya saat melakukan peliputan kemanusiaan di konflik Suriah dalam diskusi ‘Tujuh Tahun Konflik Suriah, Antara Realita dan Propaganda’ di Hotel Gren Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/4/2018).

Dalam acara yang digelar JITU dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tersebut Pizaro mengungkapkan beberapa kejahatan kemanusiaan yang dilakukan rezim terhadap rakyat Suriah. Salah satunya, saat dia berkunjung ke salah satu kota yang digempur, di sana dia menemukan bekas-bekas bahan peledak kimia.

“Itu di pohon-pohon masih tersisa zat dari senjata kimia,” ungkap redaktur Kantor Berita Turki Anadolu Agency ini.

Akibat peperangan yang terjadi, warga di Suriah, kata Pizaro, sudah terbiasa hidup tanpa aliran listrik dan air. Hal itu dia rasakan sendiri saat meliput di sana.

“Itu ya seminggu gak mandi,” ujarnya.

Pizaro juga mengungkapkan suatu ketika mewawancarai seorang Ulama Suriah, persis di jarak 50 meter, sebuah bom pun meledak. Namun hal yang membuat dia takjub adalah, dentuman bom tersebut ternyata tidak membuat heboh warga yang ada di sana.

Baca Juga

“Hal ini adalah biasa bagi kami,” kata Pizaro menirukan ucapan warga Suriah.

Bahkan lebih dari itu, Pizaro juga menemukan bahwa anak-anak Suriah sudah terbiasa bermain dengan bekas alat-alat peledak.

“Itu ibu-ibu di sana ada bekas rudal, dipakai pot bunga,” tutur Pizaro keheranan.

JITU telah melakukan peliputan kemanusiaan dan konflik di Suriah sejak 2013. Peliputan tersebut dilakukan, kata Pizaro, untuk mengungkap teka-teki dan misteri perang Suriah, lantaran banyak menimbulkan pertanyaan.

Dia mempertanyakan sikap rezim Suriah yang tega membunuhi rakyatnya sendiri dengan dalih mereka melakukan pemberontakan. Fakta yang dia temukan di lapangan, serangan rezim sering jatuh dan memakan korban warga sipil.

“Dengan dalih pemberontak, saya tidak mengerti apa standarnya. Apakah orang yang mengkritik disebut pemberontak,” tanya Pizaro. (MNM/Salam-nline)

Baca Juga