Lagi, Vonis Mati terhadap 6 Orang Penentang Rezim Berdarah Mesir

Pengadilan rezim berdarah Mesir

KAIRO (SALAM-ONLINE): Pengadilan Tinggi Banding Mesir pada Sabtu (28/4/2018) mengonfirmasi vonis mati terhadap enam orang penentang rezim berdarah Mesir di bawah pimpinan Abdul Fattah Al-Sisi. Enam orang tersebut dituduh melakukan aksi kekerasan pada 2013 setelah militer pimpinan Al-Sisi—dengan darah dan air mata rakyat Mesir—merebut secara tidak sah pemerintahan Presiden Muhammad Mursi yang terpilih melalui pilpres yang berlangsung demokratis.

Menurut sumber pengadilan yang tidak mau disebutkan identitasnya, sebagaimana dilansir Kantor Berita Anadolu Agency, Sabtu (28/4), pengadilan Kasasi—pengadilan yang dinilai kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) dan banyak kalangan penuh rekayasa itu—menguatkan hukuman mati terhadap enam orang tersebut setelah dinyatakan bersalah dengan tuduhan menyerbu sebuah kantor polisi di Minya, Mesir, dan membunuh seorang pejabat keamanan.

Pengadilan juga dilaporkan mengubah hukuman mati yang dijatuhkan terhadap enam terdakwa lainnya dengan hukuman penjara.

Selain itu, Pengadilan banding juga mengonfirmasi hukuman seumur hidup terhadap 59 terdakwa dan menyiapkan hukuman bagi 47 orang lainnya dalam kasus yang sama. Keputusan yang ditetapkan pada Sabtu tersebut bersifat final dan tidak dapat dibanding.

Pada 2013, Mesir mengalami kekacauan karena unjuk rasa rakyatnya secara besar-besaran, sesaat setelah militer merebut kekuasaan Muhammad Mursi, presiden pertama yang terpilih secara bebas, sah dan demokratis, dengan cara mengudeta.

Setelah Al-Sisi merampas kekuasaan dari Presiden Mursi yang disusul unjuk rasa besar-besaran menentang kudeta militer tersebut, rezim ilegal Al-Sisi itu beberapa kali tercatat melakukan berbagai kekerasan terhadap rakyat yang terlibat demonstrasi menentangnya.

Baca Juga

Presiden Mursi sendiri telah diadili dalam sejumlah kasus semenjak dia digulingkan secara tidak sah pada 2013 dari tahta Presiden tersebut. Saat ini Presiden Mursi tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara dengan tuduhana menghasut pengunjuk rasa pada 2012.

Pada September 2017 lalu, pengadilan tinggi banding juga menjatuhkan hukuman 25 tahun penjara terhadap Presiden Mursi dengan tuduhan lain terkait keamanan nasional, yaitu membocorkan dokumen negara ke Qatar. Kelompok HAM telah berulangkali mencerca rezim berdarah tersebut.

Cercaan dilakukan karena perlakuan sewenang-wenang rezim itu terhadap Presiden yang bertekad membebaskan Palestina dari penjajahan dan tahanan politik Palestina lainnya.

Kelompok HAM menyatakan bahwa penahanan terhadap Presiden Mursi dan aktivis Ikhwanul Muslimin serta para pendukungnya, termasuk sejumlah wartawan, dilakukan atas tuduhan yang dibuat-buat, mengada-ada dan penuh rekayasa. (MNM/Salam-Online)

Sumber: Anadolu Agency

Baca Juga