Penjajah Zionis Berupaya Seret Demonstran tak Bersenjata ke Eskalasi Militer

Pasukan penjajah “Israel” menembak mati sejumlah warga sipil Palestina tak bersenjata dan melukai lebih dari 1.600 dalam protes Jumat, 30 Maret 2018 lalu. (Foto: Ibraheem Abu Mustafa/Reuters)

SALAM-ONLINE: Warga Palestina kembali melakukan aksi protes damai di sepanjang perbatasan timur Jalur Gaza untuk Jumat kedua secara berturut-turut, meskipun Zionis memperingatkan bahwa hal itu tidak akan mengubah “kebijakan” penjajah tersebut.

Aksi protes pertama pada Jumat 30 Maret lalu yang disebut Great March of Return yang diikuti puluhan ribu warga Palestina di dekat perbatasan Gaza menuntut dikembalikannya hak-hak warga Palestina yang dirampas oleh penjajah “Israel” sebagaimana tercantum dalam Resolusi PBB Nomor 194.

Pasukan penjajah merespons unjuk rasa damai itu dengan peluru tajam dan peluru baja berlapis karet saat menghadapi demonstran. Akibatnya, 17 orang Palestina gugur dan lebih dari 1.600 orang terluka, pada hari paling berdarah sejak serangan ”Israel” pada 2014 di daerah kantong pantai yang terkepung itu.

Sejumlah demonstran Palestina yang berdemonstrasi sepanjang pekan juga dibunuh oleh pasukan penjajah. Menurut Departemen Kesehatan Palestina di Gaza, jumlah korban yang gugur sejak Jumat (30/3) lalu hingga kini mencapai 21 orang.

Karakter damai dari demonstrasi itu membuat “Israel” bingung

Mohsen Abu Ramadan, seorang analis politik, mengatakan bahwa menyasar warga sipil Palestina adalah “kebijakan baru” yang dilakukan oleh “Israel”, terutama di bawah pemerintahan sayap kanan yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu.

Menteri Pertahanan penjajah “Israel”, Avigdor Lieberman mengatakan bahwa tidak ada niat bagi tentara (penjajah) untuk mengubah “aturan keterlibatan” mereka terhadap para demonstran Palestina.

“Jika ada provokasi, akan ada reaksi dari jenis yang paling keras seperti pekan lalu,” katanya kepada radio “Israel”, Kamis (5/4).

para pejabat “Israel” yang menuduh Hamas berada di balik aksi protes tersebut. Para penjajah mengatakan Hamas telah mengeksploitasi orang-orang Palestina, wanita dan anak-anak, dan dengan sengaja mendorong mereka ke dalam bahaya di dekat pagar perbatasan.

Penyelenggara di balik aksi Great March of Return telah menolak klaim ini.

“Demonstrasi ini diselenggarakan oleh pengungsi, dokter, pengacara, mahasiswa, intelektual Palestina, akademisi, organisasi masyarakat sipil dan keluarga Palestina,” kata Asad Abu Sharekh, juru bicara aksi damai tersebut.

“Klaim-klaim terkait Hamas di balik aksi protes itu adalah cara ‘Israel’ untuk menyabot gagasan demonstrasi guna membenarkan eskalasi terhadap para pengunjuk rasa.”

Abu Ramadan seperti dilansir Aljazeera, Jumat (6/4), mengatakan “Israel” berusaha menyeret protes warga Palestina ke eskalasi militer.

Baca Juga

“Karakter damai dari protes itu membuat Israel bingung,” katanya. “Baru-baru ini, ‘Israel’ membesar-besarkan keberadaan dan penemuan alat peledak di perbatasan dengan Gaza,” ungkap Abu Ramadan.

“Mereka juga terus berbicara tentang kehadiran orang-orang bersenjata di antara para demonstran. Semua ini ditujukan untuk menyeret orang-orang Palestina ke medan perang.”

Abdellatif al-Qanou, juru bicara Hamas, mengatakan bahwa gerakannya tidak tertarik pada eskalasi dengan “Israel”.

“Kami mendukung gerakan damai rakyat kami,” kata Abu Ramadan kepada Aljazeera.

“Aksi ini didukung oleh faksi Palestina dan merupakan pilihan rakyat,” katanya, seraya menambahkan bahwa Hamas, bersama dengan partai politik lainnya, akan sepenuhnya mengambil bagian dalam unjuk rasa.

Kebijakan tongkat besar

Sementara itu, Abu Amer, kepala departemen ilmu politik di Universitas Ummah Gaza, mengatakan bahwa “Israel” tidak akan mundur. Penjajah itu juga tak memungkinkan orang untuk melakukan protes secara bebas.

“Israel akan berusaha memecah aksi protes ini dengan kekuatan militer dan pengetatan ekonomi,” katanya.

Abu Ramadan berbagi pemikiran yang sama. “Apa yang paling ditakutkan ‘Israel’ adalah gerakan rakyat yang damai,” ujarnya. “Israel berpikir bahwa protes akan menghasilkan orang Palestina memasuki perbatasan.”

Sepanjang minggu, ada sejumlah acara dan kegiatan yang berlangsung sebagai bagian dari gerakan itu, dengan orang-orang Palestina yang berpartisipasi berkumpul di tenda-tenda darurat yang berjarak 700 meter dari pagar “Israel”.

Sebagaimana dinyatakan oleh organisasi sipil dan serikat pekerja Palestina yang mendukung demonstrasi, protes yang direncanakan akan berlanjut sampai hari peringatan Nakba (Hari Bencana) pada 15 Mei mendatang. Hari Nakba menandai 70 tahun diusirnya lebih dari 750.000 orang Palestina dari desa-desa dan kota-kota mereka oleh pasukan penjajah “Israel” pada Mei 1948.

Kayed al-Ghoul, seorang pejabat Front Kiri Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), mengatakan bahwa pernyataan para pejabat penjajah “Israel” pekan lalu mengenai “kebijakan” agresif tentara mereka hanya menegaskan niat “Israel” untuk menargetkan Palestina.

“Israel ingin memblokir jalan yang menuju aksi damai,” kata al-Ghoul. (S)

Baca Juga