Rezim Kudeta Tangkap Wael Abbas, Wartawan dan Blogger Terkenal Mesir

Wael Abbas

KAIRO (SALAM-ONLINE): Aktivis, wartawan dan blogger terkenal Mesir, Wael Abbas telah ditangkap oleh rezim kudeta di rumahnya, Rabu (23/5/2018) pagi, dalam gelombang penangkapan lanjutan sejak pemilu awal tahun ini.

Pejabat keamanan rezim mengonfirmasi penangkapannya pada Rabu (23/5). Dikatakan, blogger yang vokal mengkritik rezim Abdel Fattah Al-Sisi itu diambil dari rumahnya di pinggiran Kairo, kata seorang pejabat kepada kantor berita AP.

Abbas ditahan atas tuduhan menyebarkan berita palsu dan bergabung dengan kelompok terlarang, ungkap pejabat yang minta disembunyikan identitasnya.

Pada Rabu pukul 4 pagi waktu setempat, Abbas menyatakan kepada pengikutnya di akun Facebooknya bahwa pihak rezim bergerak untuk menangkapnya. “Saya ditahan,” tulisnya.

Saat diambil dari rumahnya ke lokasi yang tidak diketahui, matanya ditutup. Abbas juga dilarang menghubungi pengacaranya, kata Jaringan Arab untuk Hak Asasi Manusia.

Teman-teman dan kenalan Abbas menanggapi penangkapan tersebut dengan meluncurkan tagar berbahasa Arab “where_is_Wael_Abbas” di Twitter. Namun keberadaannya tetap tidak diketahui, Mada Masr mengutip pengacara hak asasi, Gamal Eid, mengatakan.

Rezim kudeta Mesir telah menangkap sejumlah aktivis sekuler sejak Presiden Abdel Fatah el-Sisi memenangkan pemilihan ulang pada Maret 2018 lalu dalam pemilu yang penantangnya dinilai tidak serius—karena hanya sekadar untuk mengantarkan dan memperpanjang kekuasaan Sisi.

Gelombang penghilangan paksa yang berkelanjutan telah dilaporkan di Mesir selama beberapa tahun terakhir. Pada 2016, Amnesty International melaporkan lonjakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam penghilangan paksa penentang pemerintah yang ditujukan untuk membungkam oposisi.

Sebagai respons atas penghilangan paksa terhadap Abbas, Rana Allam, mantan managing editor Daily News Egypt mengatakan kepada Aljazeera, “Wael menulis sepanjang waktu, dan ketika dia tidak menulis, dia menggunakan media sosial untuk berbicara dan memberikan informasi kepada orang-orang tentang apa sedang terjadi di sekitar mereka.”

Menurut Rana Allam, Wael Abbas bergeming dan telah melakukan apa yang banyak dari kita tidak bisa lakukan. “Bagi rezim semua ini sangat menakutkan,” ungkap Allam.

Abbas dikenal karena sikapnya yang keras, anti-rezim dan memiliki peran dalam mendokumentasikan dan melaporkan perlawanan terhadap mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak pada Januari 2011.

Abbas sebelumnya menerima penghargaan atas karyanya dari Human Rights Watch (HRW) dan CNN. Dia juga terpilih di antara Orang Paling Berpengaruh di BBC pada 2006.

Pada Desember 2017, Twitter menghadapi kritik tajam setelah akun Abbas disuspend (ditangguhkan). Namun, meski Twitter dikritik, akun Abbas tetap ditangguhkan tanpa alasan jelas.

Baca Juga

Pada 2007, akun YouTube Wael juga disuspend setelah dia memposting video yang menunjukkan kebrutalan polisi di Mesir. Sementara akun Facebook-nya, yang aktif sampai sekarang, telah diretas, kata Reporters Without Borders (RSF).

Mengomentari berita tersebut, Sophie Amnuth, direktur desk Timur Tengah di RSF mengatakan, “Meskipun tidak jelas siapa yang berada di balik langkah-langkahi (penangguhan akun Twitter)nya, tampaknya (hal ini dilakukan) dengan motif politik.”

“Abbas mendokumentasikan pelanggaran rezim Mesir selama bertahun-tahun di akun media sosialnya.”

Penghilangan paksa Abbas terjadi di tengah-tengah tindakan keras yang lebih luas terkait perbedaan pendapat yang berujung pemenjaraan ribuan orang. Memprotes dilarang dan ratusan situs web telah diblokir.

Pengadilan militer rezim kudeta Mesir memvonis Ismail Alexandrani, seorang wartawan terkemuka dan ahli gerakan perlawanan di Sinai, hingga 10 tahun penjara, kata pengacara dan seorang pejabat pengadilan militer.

Alexandrani, yang ditangkap pada November 2015, dituduh mempublikasikan rahasia militer dan gerakan terlarang, Ikhwanul Muslimin. Demikian diungkapkan pengacaranya, Tarek Abdel Aal, kepada kantor berita AFP, Selasa.

Dalam laporan yang diterbitkan oleh RSF awal bulan ini, organisasi yang bermarkas di Paris itu mendokumentasikan kasus-kasus tiga blogger Mesir yang telah ditangkap dalam beberapa bulan terakhir. RSF merinci laporan terbaru terkait penindasan rezim terhadap wartawan dan blogger.

“Tidak ada lagi wartawan atau jurnalisme nyata di Mesir. Tidak ada kebebasan bagi pers,” kata Rana Allam.

Setidaknya 35 wartawan, jurnalis warga (Citizen Journalism) dan blogger saat ini ditahan di Mesir, kata RSF.

Sebagian besar tahanan ditahan sambil menunggu persidangan, termasuk Mahmoud Hussein dari Aljazeera, yang sudah lebih dari 500 hari berada dalam penjara. Dia belum dituntut secara resmi.

Untuk diketahui, Mesir berada di peringkat 161 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia tahun 2018 versi RSF. (S)

Sumber: Aljazeera

Baca Juga