Pemimpin Politik Malaysia Dukung Presiden Erdogan

Pemimpin Politik Malaysia, Anwar Ibrahim, memuji Erdogan karena menunjukkan keberanian pada isu-isu utama

Presiden Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Anwar Ibrahim

ISTANBUL (SALAM-ONLINE): Pemimpin politik Malaysia Anwar Ibrahim telah menyatakan dukungannya kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam pemilihan presiden dan parlemen Turki pada 24 Juni 2018 mendatang.

Anwar Ibrahim (70), adalah mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad. Dia dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena tuduhan sodomi pada Februari 2015 dan datang ke Turki atas undangan Erdogan setelah dibebaskan pada Mei 2018 lalu.

Pembebasannya menandai keberhasilan besar pertama dari Koalisi Pakatan Harapan yang baru memenangkan pemilu pada pemilu Mei lalu.

Mahathir (92), berjanji untuk menyerahkan posisi perdana menteri kepada Ibrahim dalam satu atau dua tahun mendatang.

Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Anadolu Agency, Rabu (20/6/2018), Ibrahim menggambarkan Erdogan sebagai “pemimpin paling populer di kalangan Muslim di Malaysia dan di luar Malaysia karena posisinya di Palestina dan apa yang terjadi dengan Timur Tengah”.

Ibrahim mengatakan dia mendukung Erdogan dalam pemilihan presiden dan parlemen yang akan datang di Turki “karena sangat jarang pemimpin yang memiliki keberanian untuk memperjuangkan keadilan dan melawan kekuatan dunia”.

“Sangat sedikit pemimpin dunia memiliki keberanian pergi dan berjuang untuk keadilan.”

Ibrahim teringat ketika Presiden Erdogan mengundang istri dan putrinya ke Turki ketika dia berada di penjara.

“Setiap kali dia (Erdogan) bertemu (mantan) Perdana Menteri Najib [Razak] atau Wakil Perdana Menteri Zahid (Hamidi), dia selalu membuat satu titik dengan mengingatkan (mereka) untuk pembebasan saya,” kata Ibrahim yang mengungkapkan bahwa Erdogan mengundangnya ke Turki begitu dia dibebaskan dari penjara.

Satu-satunya suara keberanian

Dalam sebuah acara terpisah yang diselenggarakan oleh Yayasan Penelitian Politik, Ekonomi dan Sosial (SETA) di Istanbul, Ibrahim menegaskan kembali pujiannya kepada Erdogan sebagai seorang pemimpin yang berbicara menentang kekejaman di dunia.

“Di Tunisia, Pakistan, India setiap kali saya berbicara, saya menyebutkan (Recep) Tayyip Erdogan ‘sebagai satu-satunya suara keberanian di dunia Islam’,” ujar Ibrahim.

Baca Juga

Dalam sebuah acara terpisah yang diselenggarakan oleh Yayasan Penelitian Politik, Ekonomi dan Sosial (SETA) di Istanbul, Ibrahim menegaskan kembali pujiannya terhadap Erdoğan sebagai seorang pemimpin yang berbicara menentang kekejaman di dunia.

“Di Tunisia, Pakistan, India setiap kali saya berbicara, saya menyebutkan (Recep) Tayyip Erdoğan, (saya katakan kepada mereka), ‘Lihat dia sebagai satu-satunya suara keberanian di dunia Islam’.

“Anda setuju atau tidak (dengan Erdoğan) secara politik; ini adalah masalah yang berbeda. Tetapi dia adalah satu-satunya orang yang memiliki keberanian untuk berbicara menentang kekejaman yang dihadapi orang Palestina, bahkan Muslim Rohingya,” kata Anwar.

Dia mengatakan setiap negara harus mampu membuat masa depan mereka sendiri.

“Saya tidak ingin negara saya atau saya sendiri didikte oleh agenda barat atau agenda timur, bukan oleh Cina, bukan oleh Amerika, bukan oleh Amerika Serikat.”

Ibrahim mengatakan seharusnya orang-orang Turki yang “memutuskan masa depan Turki, bukan barat atau agenda liberal.”

Dia juga mengatakan, “Dengan segala cara, kritik Presiden (Recep) Tayyip Erdoğan, mengkritik kebijakan Partai AK, semua pemerintah, semua oposisi, tetapi konsisten.”

“Mengapa Anda bersikap lunak terhadap apa yang dilakukan Trump dengan para imigran? Mengapa Anda bersikap lunak terhadap kekejaman di negara lain?” Ibrahim bertanya.

Ibrahim ingat saat dia berada di penjara selama kudeta gagal di Turki pada pada 2016, yang menyebabkan 251 orang menjadi martir dan hampir 2.200 orang terluka. “Saya (dalam penjara) tidak punya TV, tidak ada radio, tidak ada surat kabar. Saya hanya berdoa, membaca Al-Qur’an dan berdoa untuk keselamatan bagi saudara-saudari dan keselamatan untuk negeri yang hebat ini”.

Dia mengatakan setiap negara harus mampu membuat masa depan mereka sendiri.

“Saya tidak ingin negara saya atau saya sendiri didikte oleh agenda Barat atau agenda Timur, agenda Cina, Amerika Serikat.

Orang Turki sendirilah yang “harus memutuskan masa depan negara mereka, bukan barat atau agenda liberal”. (S)

Sumber: Anadolu Agency

Baca Juga