JAKARTA (SALAM-ONLINE): Peneliti senior Pusat Penelitian Politik-LIPI, Prof Dr R Siti Zuhro, MA mengatakan bahwa cara berpolitik orang Indonesia tidak sehat, cenderung menghalalkan segala cara. Mengutip pernyataan para penelliti luar negeri, dia juga menganggap demokrasi Indonesia hanya prosedural belaka.
“Sudah tidak boleh transaksional, sudah dikatakan jangan membohongi rakyat dengan survei-survei yang menjerumuskan, tetap dilakukan. Terus-menerus kita dijejali informasi-informasi yang tidak fair, tidak objektif. Kapan masyarakat kita diajarkan cerdas,” ungkap Zuhro saat mengisi sebuah diskusi di Kantor bersama Gerindra, PAN dan PKS di Matraman, Jakarta Selatan, Rabu (8/8/2018) malam.
Zuhro mengatakan bahwa Indonesia adalah negara besar yang tidak boleh hanya terpaku pada kontestasi demokrasi yang tidak prinsipil. Seharusnya, kata Zuhro, para politisi harus meniru para founding father yang berpolitik untuk kepentingan jangka panjang negara.
“Kita capek, bangsa ini bangsa besar, hanya terpaku pada kontestasi yang tidak prinsip, hanya untuk mengelabui,” sesalnya.
“Jadilah warga negara yang betul-betul saat ini mau bangkit,” tambah Zuhro. Oleh karenanya, dia berharap, dalam pemilu 2019 nanti, bangsa Indonesia dapat melakukannya dengan penuh keadaban.
Belajar dari pemilu 2014, ujar Zuhro, isu-isu yang dilemparkan kepada lawan politik mestinya diselesaikan. Misalnya, Isu Presiden Joko Widodo adalah seorang PKI dan seorang yang tidak memiliki keturunan yang jelas, haruslah diselesaikan dengan klarifikasi dan pembuktian.
“Oleh karena itu, harus ada klarifikasi sebelum itu digoreng-goreng di tengah jalan,” ujar doktor Ilmu Politik dari Curtin University, Perth, Australia ini.
Begitupun dengan isu pelanggaran HAM berat yang ditujukan kepada Praowo Subianto, menurutnya, hal itu harus dibuktikan agar cara berpolitik di Indonesia sehat dan beradab.
“Pelanggaran HAM, HAM yang mana? Oh, dia membunuh, berapa puluh yang dibunuh. Jadi harus clear dari sekarang. Demikian juga cawapresnya,” ungkap Zuhro. (MNM/Salam-Online)