Hari ke-10, Aksi Protes di Sudan Berlanjut

Unjuk rasa di Sudan menuntut mundur Presiden Omar al-Bashir berlanjut. Versi pemerintah, 19 orang tewas dalam 10 hari aksi protes. Sementara pihak oposisi memperkirakan jumlah korban jiwa mendekati 40 orang.

Unjuk rasa di Sudan menuntut mundur Presiden Omar al-Bashir. (Foto: Reuters)

KHARTOUM (SALAM-ONLINE): Demonstrasi di Sudan yang memasuki hari ke-10 berlanjut pada Jumat (28/12/2018). Pengunjuk rasa memprotes inflasi yang merajalela dan kurangnya kebutuhan pokok (roti).

Menurut saksi setempat, ratusan demonstran turun ke jalan-jalan di seberang ibu kota Khartoum ba’da shalat Jumat.

Pasukan keamanan menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran, yang meneriakkan slogan-slogan menentang rezim Presiden Omar al-Bashir, kata saksi mata.

Demonstrasi serupa dilaporkan pada Jumat di kota-kota Atbara (Negara Bagian Sungai Nil), Dinder (Negara Bagian Sennar) dan Port Sudan (Negara Bagian Laut Merah).

Dalam perkembangan terkait, Partai Umma Reformasi dan Pembaruan yang dipimpin oleh Mubarak al-Fadil, mengumumkan menarik diri dari pemerintah Sudan.

“Kami menarik perwakilan kami keluar dari Kabinet untuk memprotes penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan kegagalan partai yang berkuasa untuk mengimplementasikan rekomendasi yang disepakati sebagai bagian dari inisiatif Dialog Nasional Sudan,” kata partai itu dalam pernyataan Kamis (27/12) malam yang dikutip kantor berita Anadolu, Jumat (28/12).

Sebelumnya pada hari yang sama, Menteri Informasi Bushara Gumaa menyatakan jumlah orang yang terbunuh dalam 10 hari protes adalah 19 orang, termasuk dua personel keamanan.

Baca Juga

Namun kelompok oposisi menyatakan korban tewas lebih banyak lagi, dua kali lipatnya dari versi pemerintah. Menurut opisisi, korban tewas dalam 10 hari aksi protes mendekati 40 orang.

Perdana Menteri Sudan Mutaz Musa pada Jumat (28/12) mengutuk kekerasan yang terjadi dalam unjuk rasa tersebut dan menyatakan kesedihan atas jatuhnya korban jiwa.

“Kami  menyatakan kesedihan atas jatuhnya korban jiwa. Dan kami mengutuk kekerasan melalui demonstrasi,” kata Musa dalam sebuah postingan di Facebook.

Demonstrasi disertai kekerasan meletus Rabu (26/12) lalu di kota Atbara dan Port Sudan.

Dalam beberapa hari, protes pecah di beberapa kota, termasuk Er-Rahad di Sudan utara, kota selatan Berber dan El-Gadarif dan El-Obeid di Sudan timur.

Pihak berwenang Sudan telah mengumumkan keadaan darurat dan jam malam di sejumlah provinsi terkait unjuk rasa tersebut. Pemerintah menyebut Zionis berada di balik kelompok perlawanan yang menyebabkan kekerasan di negara itu.

Sebagai negara berpenduduk 40 juta orang, Sudan telah berjuang untuk pulih dari kehilangan tiga perempat dari produksi minyaknya—sumber utama pendapatan dari mata uang asing—ketika Sudan Selatan memisahkan diri pada 2011. (mus)

Sumber: Anadolu Agency

Baca Juga