Sejumlah media massa, khususnya media cetak, tidak memberitakan atau tak memberikan porsi berita yang selayaknya. Padahal Reuni 212 yang dihadiri jutaan massa itu bisa dibilang peristiwa dengan magnitude sangat besar. Mengapa? Ini kata pakar Komunikasi Politik Dr Effendi Gazali. JAKARTA (SALAM-ONLINE): Sejumlah media massa, khususnya media cetak dan televisi, tidak memberitakan atau tak memberikan porsi headlines terkait acara Reuni 212 pada Ahad (2/12/2018) di Monas, Jakarta. Kalaupun ada media mainstream yang memberitakan, posisinya ada di halaman dalam dengan porsi kecil.
Pengamat Komunikasi dari Universitas Indonesia (UI) Effendi Ghazali menyesalkan hal ini. Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TVOne, Selasa (4/12) malam, Effendi menyatakan bahwa memang ada indikasi sejumlah media massa cenderung tak memberitakan Reuni 212 dengan porsi yang pantas. Padahal menurutnya, acara Reuni yang dihadiri jutaan massa itu sangat layak jadi berita.
Effendi menyebut sejumlah media massa sudah mengabaikan kaidah Jurnalistik.
“Saya Ilmu Komunikasi mungkin sudah 20 tahunlah, tolong tunjukkan kepada kita, ada enggak guru Jurnalistik kalau ada peristiwa besar seperti ini dan Anda boleh blok dan menutup informasi publik dan seakan-akan itu tidak terjadi,” kata Effendi dalam acara ILC bertema “Pasca Reuni 212: Menakar Elektabilitas Capres 2019” di TVOne, Selasa (4/12) malam.
Sebelumnya diketahui soal porsi pemberitaan media baru-baru ini menjadi isu santer di media sosial. Pihak yang simpati terhadap aksi 212 menilai media-media massa tertentu sengaja tak mengangkat peristiwa ini dengan skala besar di pemberitaan mereka.
“Ada media yang seolah-olah menyembunyikannya dan tidak mau menayangkannya,” ungkap Effendi.
Sebaliknya, stasiun televisi TVOne mendapat apresiasi dari publik karena dinilai dengan utuh memberitakan aksi damai Reuni 212 itu secara live. (*)