Timteng Diguncang Demo Bertepatan 8 Tahun Protes di ‘Musim Semi Arab’

Pekan-pekan terakhir 2018 delapan negara Timur Tengah diguncang demonstrasi. Aksi Protes berlangsung di Sudan, Maroko, Libya, Tunisia, Lebanon, Irak, Yordania dan Aljazair—bertepatan dengan peringatan ke-8 dari perlawanan “Musim Semi Arab” (Arab Spring)—yang dimulai di Tunisia pada akhir 2010.SALAM-ONLINE: Pada akhir 2018, delapan negara Arab diguncang unjuk rasa. Para pengunjuk rasa mengecam kondisi ekonomi yang memburuk. Mereka menuntut standar hidup yang lebih tinggi. Dalam beberapa kasus, lansir Anadolu Agency (AA), Kamis (27/12/2018), demonstran juga mengartikulasikan tuntutan politik.

Aksi Protes berlangsung di Sudan, Maroko, Libya, Tunisia, Lebanon, Irak, Yordania dan Aljazair—bertepatan dengan peringatan kedelapan dari perlawanan “Musim Semi Arab” (Arab Spring)—yang dimulai di Tunisia pada akhir 2010.

Para demonstran Arab mendapat inspirasi dari protes “rompi kuning” yang berlangsung di Prancis sejak 17 November lalu. Demonstran berompi kuning memprotes kenaikan pajak bahan bakar minyak dan tuntutan lainnya.

Sudan

Protes di Sudan dimulai pada 19 Desember di 14 dari 18 negara bagian Sudan, termasuk ibu kota Khartoum. Demonstran memprotes inflasi yang merajalela—terutama meroketnya harga kebutuhan pokok seperti roti—selain tuntutan lainnya.

Demonstrasi nampaknya meningkat pekan ini. Para pengunjuk rasa secara eksplisit menyerukan  Presiden Omar al-Bashir dan rezimnya mundur.

Kelompok oposisi menyatakan bahwa setidaknya 22 orang telah tewas dalam unjuk rasa yang berujung pada kerusuhan itu.

Tunisia

Negara (Tunisia) yang memulai “Musim Semi Arab” pada 2011, sekarang menyaksikan gelombang protes baru, yang dimulai pada 24 Desember di kota barat Kasserine.

Setelah juru kamera TV Abdel Razaq Zorgui bunuh diri untuk memprotes kondisi sosial-ekonomi yang semakin memburuk, beberapa bentrokan antara demonstran dan pasukan keamanan pun tak terhindarkan.

Kematian Zorgui dibandingkan dengan tewasnya Mohamed Bouazizi, seorang pedagang jalanan Tunisia yang tidak puas, delapan tahun lalu, memicu perlawanan rakyat yang akhirnya menjatuhkan rezim Zine al-Abidine Ben Ali.

Awal bulan ini, pengunjuk rasa yang menyebut diri mereka “rompi merah”, mulai menggelar demonstrasi reguler terkait kondisi ekonomi, sosial dan politik yang terus memburuk.

Maroko

Gelombang protes terbaru dimulai di Maroko pada 17 Desember lalu, ketika pekerja dari sektor swasta dan publik melakukan demonstrasi di ibu kota Rabat. Demonstran menuntut upah yang lebih layak dengan kondisi yang lebih baik.

Satu hari sebelumnya, Rabat dilanda aksi protes. Para demonstran menuntut pembebasan mereka yang ditangkap saat berunjuk rasa dalam aksi protes sebelumnya di wilayah utara Al-Rif di negara itu.

Ratusan orang ditahan dalam aksi protes di Al-Rif. Dalam unjuk rasa ini para demonstran menuntut lebih banyak kesempatan kerja dan meningkatkan pembangunan di daerah.

Sejumlah demonstran yang ditahan dilaporkan masih berada di tahanan polisi.

Libya

Di Libya, protes berlangsung di beberapa kota selatan. Unjuk rasa digelar untuk menuntut lebih banyak kesempatan kerja dan pembangunan regional yang lebih besar.

Pada 8 Desember lalu, pengunjuk rasa menutup Ladang Minyak Al-Sharara sebelum demonstrasi menyebar ke bagian lain Libya selatan.

Sejak itu, Fayez al-Sarraj, Perdana Menteri Libya yang didukung PBB, telah berjanji untuk mengalokasikan sekitar $ 85 juta untuk proyek baru di wilayah tersebut.

Baca Juga

Lebanon

Di Lebanon, demonstran juga turun ke jalan untuk memprotes kondisi ekonomi yang memburuk di negara itu. Protes telah berubah menjadi kekerasan di beberapa daerah. Demonstran memblokir jalan dan memaksa tentara untuk campur tangan.

Ketika protes menyebar dari ibu kota Beirut ke bagian lain negara itu, para demonstran menyuarakan tiga tuntutan utama: pengurangan pajak bahan bakar, sistem kesehatan masyarakat yang layak dan penerbitan kembali bunga pada obligasi keuangan Lebanon.

Kondisi ekonomi Lebanon yang genting semakin diperburuk oleh perselisihan politik yang telah menunda pembentukan pemerintahan negara yang akan datang.

Irak

Di Irak, demonstrasi sudah berlangsung beberapa kali dalam beberapa bulan terakhir. Aksi protes juga menyebar ke ibu kota Baghdad.

Sejak 9 Juli lalu, provinsi tengah dan selatan yang mayoritas Syiah Irak—terutama Basra, penghasil minyak—telah diguncang oleh unjuk rasa untuk menuntut layanan publik yang lebih baik, lebih banyak kesempatan kerja dan mengakhiri korupsi yang dilakukan pemerintah.

Pada satu titik, sekelompok massa yang marah di Basra menyerang gedung-gedung negara di tengah-tengah kekacauan dan ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah.

Sejak demonstrasi dimulai, sejumlah warga Irak dilaporkan tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan.

Pada 21 Desember lalu, para demonstran di Basra memblokir jalan-jalan yang mengarah ke markas besar pemerintah provinsi untuk menuntut pengunduran diri gubernur.

Yordan

Aksi Protes juga meletus di Yordania setelah pemerintah mengusulkan undang-undang yang akan—jika disahkan—menaikkan pajak atas pendapatan. Pemerintah juga menaikkan harga listrik lima kali dalam tahun ini—yang menyebabkan ketidakpuasan rakyat.

Setelah delapan hari demonstrasi berlangsung pada Mei, Perdana Menteri Hani al-Mulki mengundurkan diri. Setelah itu Omar al-Razzaz ditugaskan untuk menyusun pemerintahan baru.

Tetapi unjuk rasa kembali digelar awal bulan ini setelah anggota parlemen akhirnya menyetujui kenaikan tagihan pajak yang tidak popular. Sekarang, demonstran menuntut pengunduran diri Razzaz.

Aljazair

Pada 25 Desember, protes meletus di Aljazair ketika seorang pemuda, Ayyash Mahjoubi (31), meninggal setelah terperangkap di dalam sumur selama enam hari di provinsi M’Sila, selatan Aljazair.

Setelah kematian Mahjoubi, pengunjuk rasa melarang delegasi pemerintah mendekati sumur. Anggota delegasi dilempari batu oleh penduduk yang marah—yang menghubungkan kematian pemuda itu karena kelalaian pemerintah.

Dua pekan sebelumnya, puluhan ribu demonstran berunjuk rasa di wilayah Kabylie yang bergolak di negara itu untuk memprotes penangguhan sejumlah proyek pembangunan yang didanai oleh pengusaha terkemuka setempat.

Menurut beberapa pengamat, demonstrasi di Kabylie—di mana sejumlah tokoh oposisi ambil bagian—mewakili “unjuk kekuatan” terhadap rezim yang berkuasa di Aljazair. (mus)

Sumber: AA

Baca Juga