Pengadilan Myanmar Tolak Banding 2 Wartawan Reuters yang Bela Rohingya
Pemimpin Redaksi Reuters menyebut penolakan pengadilan sebagai ‘satu lagi ketidakadilan’ terhadap kedua wartawan yang menginvestigasi pembunuhan terhadap 10 Muslim Rohingya itu.YANGON (SALAM-ONLINE): Pengadilan Myanmar pada Jumat (11/1/2019) menolak banding dua wartawan Reuters yang dipenjara karena pembelaan mereka terhadap Muslim Rohingya dengan menginvestigasi pembunuhan mereka oleh pasukan keamanan di negara bagian Rakhine barat tersebut.
Wa Lone (32) dan Kyaw Soe Oo (28), dijatuhi hukuman tujuh tahun pada September 2018 lalu di bawah undang-undang era kolonial karena dituduh melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi ketika mereka menyelidiki pembunuhan 10 orang Rohingya di Rakhine.
Pengacara kedua jurnalis itu telah mengajukan banding atas hukuman tujuh tahun yang dijatuhkan kepada mereka. Mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi di Yangon pada November 2018 lalu.
Hakim Aung Naing, menolak banding pada Jumat (11/1). Ia mengatakan hukuman penjara yang diberikan kepada dua wartawan itu “sudah sesuai”.
Pemimpin Redaksi Reuters, Stephen J Adler menyebut penolakan pengadilan sebagai “satu lagi ketidakadilan” terhadap kedua wartawan tersebut.
“Pelaporan (investigasi) bukanlah kejahatan. Sampai Myanmar melakukan kesalahan yang mengerikan ini, pers di Myanmar tidak bebas,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dikutip kantor berita Anadolu, Jumat (11/1).
Pengacara Than Zaw Aung mengatakan para jurnalis itu masih dapat mengajukan banding ke Mahkamah Agung di ibu kota Nay Pyi Taw dalam waktu dua bulan.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat akan serangan sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Ontario International Development Agency (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan Myanmar.
Dalam sebuah laporan baru-baru ini, OIDA menaikkan perkiraan jumlah Rohingya yang terbunuh.
Lebih dari 34.000 Rohingya juga dilemparkan ke dalam api. Sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, kata OIDA. Sebanyak 17.718 (± 780) wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Lebih dari 115.000 rumah Rohingya juga dibakar dan 113.000 lainnya dirusak, kata OIDA.
PBB telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan—termasuk bayi dan anak kecil—pemukulan brutal dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan Myanmar. Dalam sebuah laporan, penyelidik PBB mengatakan pelanggaran seperti itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (mus)
Sumber: Anadolu Agency