Tentara Myanmar dan Ekstremis Buddha Bentrok, Rohingya Terperangkap
Kepanikan mencekam etnis Muslim Rohingya ketika tentara Myanmar bentrok dengan pemberontak/ekstremis Buddha di perbatasan Myanmar-Bangladesh.
SALAM-ONLINE: Ribuan warga Muslim Rohingya yang tinggal di tanah tak bertuan di perbatasan Myanmar-Bangladesh mencemaskan bentrokan sengit antara tentara Myanmar dengan pemberontak/ekstremis Buddha.
Mereka sekarang terperangkap di tengah-tengah pertempuran antara pasukan Myanmar dengan Tentara Arakan—sebuah kelompok bersenjata yang menginginkan lebih banyak otonomi untuk mayoritas umat Buddha di negara bagian Rakhine barat.
Bentrokan yang sering terjadi antara pasukan keamanan Myanmar dengan ekstremis Buddha di negara bagian Rakhine itu memunculkan kekhawatiran ribuan pengungsi Rohingya yang tinggal di tanah tak bertuan di perbatasan negara tersebut dengan Bangladesh. Kekhawatiran muncul terkait pertempuran yang semakin intensif.
Lebih dari 730.000 warga minoritas Muslim sebagian besar telah melarikan diri dari Myanmar untuk menghindari tindakan brutal yang dilakukan militer Myanmar pada 2017. Sebagian besar etnis Rohingya berlindung di kamp-kamp pengungsi yang luas di negara tetangga Bangladesh. Tetapi beberapa mereka yang tinggal di perbatasan, tidak mau memasuki permukiman atau kembali ke rumah.
Mereka sekarang terperangkap di tengah-tengah pertempuran antara pasukan Myanmar dengan Tentara Arakan—sebuah kelompok bersenjata yang menginginkan lebih banyak otonomi untuk mayoritas umat Buddha di negara bagian Rakhine barat.
“Pertempuran sengit terjadi antara pasukan Myanmar dengan Tentara Arakan,” kata pemimpin Rohingya, Dil Mohammad, seperti dikutip Aljazeera, Rabu (9/1/2019) dari kantor berita AFP.
“Situasinya sangat tegang,” katanya, seraya menambahkan bahwa peningkatan keamanan dan serangkaian tembakan telah menciptakan “kepanikan”.
Tentara Myanmar pekan lalu mendirikan kamp keamanan dan bunker di sepanjang perbatasan setelah pertempuran yang menewaskan 13 polisi.
Beberapa benteng berbatasan langsung dengan pagar perbatasan yang membentang di sepanjang sungai dan menghadap ke gubuk-gubuk yang didirikan oleh sekitar 4.500 pengungsi Rohingya yang tinggal di lahan sempit.
Pemimpin komunitas pengungsi Nur Alam mengatakan, tembakan sering terdengar setelah gelap di sisi lain perbatasan.
“Penjaga perbatasan Myanmar telah mendirikan 10 pos baru di dekat kamp kami. Ini sangat menakutkan,” tuturnya kepada AFP.
Pekan lalu, seorang juru bicara Angkatan Darat Arakan di luar Myanmar mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa kelompok itu menyerang pasukan keamanan. Serangan itu dilancarkan untuk merespons gempuran militer di utara negara bagian Rakhine yang juga menargetkan warga sipil.
Banding PBB
Sementara itu, PBB mengatakan hari ini, Rabu (9/1) bahwa pihaknya “sangat prihatin” dengan situasi di daerah itu.
Knut Ostby, yang bertindak sebagai koordinator penduduk untuk badan dunia tersebut, mendesak “semua pihak agar memastikan perlindungan semua warga sipil” dan menghormati hak asasi manusia.
“Ostby selanjutnya menyerukan kepada semua pihak agar mengintensifkan upaya untuk menemukan solusi damai dan memastikan (adanya) akses kemanusiaan ke semua orang yang terkena dampak kekerasan tersebut,” tambah pernyataan itu.
Seorang pejabat Bangladesh mengatakan mereka mengetahui adanya ketegangan di perbatasan.
“Kami akan berbicara dengan pihak berwenang yang terkait untuk membahas apa yang harus dilakukan,” kata administrator lokal Kamal Hossain. (mus)
Sumber: Aljazeera