Ulama Terkemuka Saudi Diberitakan Meninggal karena Siksaan di Penjara
Syaikh Al-Emari, yang ditangkap Juli 2018 lalu, mengalami pendarahan otak pada 2 Januari 2019, kemudian dipindahkan ke Komplek Medis Raja Abdullah.
SALAM-ONLINE: Ulama terkemuka Saudi Syaikh Ahmad al-Emari diberitakan meninggal pada Ahad (20/1/2019) sebagai akibat dari dugaan siksaan dan kondisi penjara yang buruk, demikian diungkapkan oleh seorang aktivis hak asasi manusia kepada Middle East Eye (MEE), Senin (21/1).
Al-Emari, yang ditangkap Juli 2018 lalu, mengalami pendarahan otak pada 2 Januari 2019, kemudian dipindahkan ke Komplek Medis Raja Abdullah.
Menurut putra almarhum, Abdullah Ahmed al-Amari, ayahnya meninggal pada Ahad (20/1) dan dimakamkan Senin (21/1) sore di Makkah.
Syaikh Emari (69) adalah mantan Dekan Studi Qur’an di Universitas Madinah.
Menurut Yahya Assiri, direktur kelompok hak asasi ALQST yang berbasis di London, Emari ditangkap dari rumahnya di Arab Saudi pada Juli 2018, termasuk rekan Emari, ulama lainnya, yaitu Syaikh Safar al-Hawaly.
Sejumlah akun media sosial yang dikelola oleh kelompok-kelompok hak asasi Saudi menggambarkan kematian Emari sebagai kasus kelalaian medis. Namun, Assiri bersikeras bahwa kesehatan Emari stabil, mengutip kunjungan keluarga baru-baru ini pada Desember 2018 lalu.
Ulama yang ditahan di sel isolasi sejak penangkapannya itu, tiba-tiba dipindahkan dari penjara Dhahban ke Komplek Medis Raja Abdullah di Jeddah pada 2 Januari 2019. Emari dipindahkan setelah mengalami pendarahan otak yang mematikan, kata Assiri, mengutip beberapa sumber informasi di negara itu.
“Saya percaya ini adalah kasus pembunuhan dalam tahanan, alih-alih kelalaian medis,” ungkap Assiri. Dia menjelaskan bahwa pihak berwenang menghubungi keluarganya pada 2 Januari 2019 lalu untuk memberi tahu mereka bahwa Emari dibebaskan dari penjara setelah semua tuduhan terhadap dirinya dibatalkan.
Namun, dia dipindahkan ke rumah sakit dalam kondisi serius dan meninggal beberapa hari kemudian.
“Mereka membebaskannya karena mereka tahu Emari akan meninggal,” kata Assiri kepada MEE.
MEE belum dapat secara independen memverifikasi laporan dugaan penyiksaan terhadap Emari.
Saudi telah mengintensifkan perlakuan keras terhadap ulama ini sejak Mohammad Bin Salman (MBS) menjadi putra mahkota kerajaan dan pewaris tahta pada Juni 2017.
Perlakuan keras itu telah menyasar para cendekiawan reformis seperti Salman Audah, Ali al-Omari dan Awad al-Qarni, yang semuanya dijatuhi hukuman mati setahun kemudian dalam persidangan yang, menurut kelompok hak asasi internasional, ternoda atau dikotori oleh pelanggaran serius.
Gelombang penangkapan juga telah menargetkan aktivis feminis, hak asasi manusia dan tokoh bisnis yang kuat dalam apa yang telah dilihat sebagai kampanye untuk membersihkan perbedaan pendapat di negara tersebut.
Pada 2 Januari 2019 lalu, sekelompok politisi dan pengacara internasional dari lintas partai diminta untuk mengunjungi para aktivis hak asasi perempuan yang ditahan di Saudi. Kunjungan itu diperlukan untuk menyelidiki informasi yang menyebut bahwa mereka sedang disiksa.
November lalu 2018 lalu, Amnesty International mengungkapkan bahwa beberapa aktivis HAM yang ditahan menjadi sasaran penyiksaan, pelecehan seksual dan perlakuan tidak manusiawi lainnya di penjara Dhahban, tempat Emari ditahan sebelum kematiannya.
Mengutip tiga kesaksian terpisah, kelompok hak asasi manusia mengatakan, para aktivis, beberapa di antaranya adalah perempuan, disiksa dengan sengatan listrik dan cambuk, yang membuat “beberapa di antara mereka tidak dapat berjalan atau berdiri dengan benar”. (mus)
Sumber: MEE