Di Jerman, Inggris & AS Anak Pengungsi Suriah Diserang dengan Motif Rasis
Migrasi pengungsi ke beberapa negara memicu peningkatan sentimen anti-imigran Muslim. Di Jerman, terjadi peningkatan dukungan terhadap partai sayap kanan yang anti Islam dan migran Muslim.
SALAM-ONLINE: Tiga gadis Muslim, dua orang di antaranya warga Suriah, diserang dalam serangan terpisah di ibu kota Jerman, Berlin. Motifnya adalah sentimen anti-imigran.
Dua pengungsi Suriah berusia 15 dan 16 tahun sedang berjalan di timur laut kota itu pada Jumat (8/2/2019) ketika mereka mendapatkan penghinaan rasis dari seorang pria, kata pihak berwenang Jerman, Sabtu (9/2), Middle East Monitor (MEMO) melaporkan, Senin (11/2).
Pria itu kemudian melanjutkan untuk menyerang gadis-gadis itu dengan meninju mereka beberapa kali sebelum melarikan diri ke pusat perbelanjaan terdekat, menurut polisi. Gadis-gadis itu menderita luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit untuk perawatan.
Beberapa jam kemudian, seorang anak perempuan berusia 12 tahun melaporkan bahwa dia telah diserang oleh seorang wanita di distrik tenggara Neukölln. Wanita itu dilaporkan melepas jilbab sang anak, mengancamnya dengan semprotan merica, dan berusaha menusuk gadis kecil itu dengan jarum suntik yang berisi darah, kata polisi.
Jerman telah menjadi sangat terpolarisasi sejak keputusan Kanselir Angela Merkel pada 2015 untuk membuka perbatasan negara bagi pengungsi. Sekitar satu juta orang—terutama dari Suriah, Irak dan Afghanistan—telah mengungsi ke Jerman.
Migrasi ke negara itu memicu peningkatan sentimen anti-imigran. Hal yang menyebabkan pada peningkatan dukungan untuk partai sayap kanan yang anti Islam dan migran, yaitu Partai Anti-Islam Alternatif untuk Jerman (AfD).
Dalam pemilu Jerman pada September 2017, AfD memperoleh posisi baru, memasuki parlemen untuk pertama kalinya sebagai partai terbesar ketiga. Kampanye pemilihan mereka berkisar di sekitar retorika anti-imigran. Afd mengklaim bahwa masuknya sebagian besar migran Muslim akan merusak budaya Jerman. Mereka juga mengklaim bahwa tradisi Islam tidak memiliki tempat di negara ini.
Jerman mengalami serangan xenofobik pertama tahun itu pada Hari Tahun Baru, ketika seorang pria Jerman berusia 50 tahun dengan sengaja menabrakkan mobilnya ke orang asing di kota barat Bottrop dan Essen. Delapan orang terluka dalam insiden itu, termasuk keluarga Suriah dan putri mereka yang berusia 10 tahun. Pria itu kemudian didakwa dengan percobaan pembunuhan.
Di Inggris, pada November 2018, sebuah video yang menunjukkan seorang pengungsi Suriah diserang oleh sejumlah siswa di sebuah sekolah menjadi viral di media sosial. Hal itu memicu kemarahan dunia.
Dalam video itu, bocah 15 tahun—yang dikenal sebagai Jamal—terlihat berjalan sendirian sebelum ditabrak, diseret ke lantai dan dijepit lehernya oleh sekelompok anak laki-laki. Adik Jamal juga diyakini telah mengalami pelecehan verbal rasis yang terus-menerus, yang berakibat percobaan bunuh diri terhadap anak itu.
Meskipun kemudian diselidiki oleh dewan dan polisi setempat, laporan pekan lalu menunjukkan bahwa keluarga—yang melarikan diri dari Suriah pada 2010—itu telah dipaksa untuk pindah lagi dari rumah mereka di kota Huddersfield di Inggris utara setelah mereka menerima ancaman pembunuhan karena mempublikasikan serangan terhadap mereka.
Di Amerika Serikat (AS) serangan anti-migran itu merupakan serangan terbaru terhadap pengungsi Suriah dalam beberapa bulan terakhir. Pada Desember 2018, tuntutan pidana diajukan kepada seorang siswa sekolah menengah Amerika Serikat (AS) setelah dia memukul seorang pelajar Suriah sehingga gegar otak yang memerlukan perawatan di rumah sakit. (mus)
Sumber: MEMO