Disebut Turki ‘Mencuci Otak’ Muslim Uighur, Cina Berang
Sejak 1990-an, kelompok-kelompok Uighur telah berusaha mendapatkan kembali kemerdekaan untuk Turkistan Timur (Xinjiang) yang telah dirampas Cina. Sementara Cina menemukan ladang minyak besar telah ditemukan di wilayah Xinjiang, yang digambarkan oleh Beijing sebagai “bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Cina dan merupakan satu kesatuan”.SALAM-ONLINE: Cina berang. Negara tersebut menolak tuduhan Turki. Rezim komunis itu membalas kecaman Turki terkait Kamp Konsentrasi/Penyiksaan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang atau Turkistan Timur, daerah otonomi yang jadi jajahan negara tirai bambu tersebut. Beijing menuduh Ankara sedang menjalankan politik “standard ganda”.
Seperti diberitakan, Turki memecah kebisuannya akhir pekan lalu atas protes negara itu terhadap penahanan massal Muslim Uighur di Daerah Otonomi Xinjiang/Turkistan Rimur. Turki mengingatkan Beijing bahwa penahanan etnis minoritas yang terus berlanjut itu adalah “sangat memalukan bagi kemanusiaan”.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Sabtu (9/2/2019), juru bicara Kementerian Luar Negeri, Hami Aksoy mengatakan, “Sudah bukan rahasia lagi bahwa lebih dari satu juta orang Uighur, yang terkena penangkapan sewenang-wenang, menjadi sasaran penyiksaan dan pencucian otak politik di pusat-pusat Kamp Konsentrasi (Penyiksaan) dan penjara.”
“Kebijakan asimilasi sistematis dari otoritas Cina terhadap warga Uighur merupakan hal yang sangat memalukan bagi umat manusia,” ujarnya.
Pernyataan Aksoy mengacu pada laporan luas tentang penahanan massal Cina atas minoritas Muslim Uighur di wilayah sebagian besar dari mereka yang tinggal di provinsi Xinjiang di barat laut Cina. Wilayah ini dimasukkan ke dalam Cina setelah para pemimpin Republik Turkistan Timur tidak berhasil mempertahankan negara mereka dari agresi rezim komunis tersebut pada 1949.
Meskipun negara-negara mayoritas Muslim sejauh ini menolak untuk menyuarakan keprihatinan mereka atas perlakuan terhadap rekan seakidah mereka, kritik publik Turki terhadap Beijing telah mendapat kecaman. Dalam tanggapan panjang yang diposting di situs webnya, Kedutaan Besar Cina di Ankara menyebut respons Aksoy “sepenuhnya tidak dapat diterima”.
Mempertahankan kamp penahanan mereka, Beijing mengatakan bahwa ‘Cina dan Turki menghadapi tugas yang sulit untuk memerangi terorisme’. “Kami menentang ‘standar ganda’ dalam masalah memerangi terorisme,” demikian pernyataan Kedubes Cina melalui situsnya di Ankara, merujuk kampanye Turki yang memerangi kelompok-kelompok teror (Kurdi) di Suriah.
“Kami berharap pihak Turki akan memiliki pemahaman yang benar tentang upaya yang dilakukan oleh Cina untuk secara hukum mengerahkan langkah-langkah yang secara efektif memerangi terorisme dan ekstremisme,” lanjut pernyataan Kedubes Cina tersebut.
Sejak 1990-an, kelompok-kelompok Uighur telah berusaha mendapatkan kembali kemerdekaan untuk Turkistan Timur (Xinjiang) yang telah dirampas Cina. Ladang minyak besar telah ditemukan di wilayah Xinjiang, yang digambarkan oleh Beijing sebagai “bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Cina dan merupakan satu kesatuan dalam multi-etnis. Cina National Petroleum (CNPC) telah meluncurkan rencana untuk menginvestasikan lebih dari $ 22 miliar USD pada 2020 dalam menggali potensi minyak dan gas di bagian barat Xinjiang—rumah bagi hampir 13 juta Muslim.
Seruan untuk kemerdekaan oleh Muslim Uighur oleh Cina malah direspons dengan penahanan massal dan pelanggaran HAM. Beijing telah mendirikan pusat-pusat penahanan yang mencakup lebih dari dua juta meter persegi untuk memaksa minoritas Muslim Uighur agar bersumpah setia kepada penjajah Cina.
Sejumlah mantan tahanan yang menggambarkan penderitaan mereka, mengatakan, mereka disuntik dengan zat yang tidak diketahui serta mengalami penyiksaan fisik dan mental. (mus)
Sumber: MEMO