Myanmar Beli Senjata ke Zionis untuk Bantai Muslim Rohingya

Terlepas dari dugaan genosida terhadap Muslim Rohingya, penjajah Zionis mengakui bahwa Myanmar adalah “teman pertama” di Asia yang aman untuk berbisnis senjata.

SALAM-ONLINE: Penjajah Zionis masih mempertahankan “hubungan hangat” dengan Myanmar dan mengecilkan hak asasi manusia (HAM), sebuah laporan baru oleh Times of Israel telah terungkap, Rabu (6//2/2019), demikian dilansir Middle East Monitor (MEMO).

Terlepas dari dugaan genosida terhadap Muslim Rohingya, penjajah Zionis mengakui bahwa Myanmar adalah “teman pertama” di Asia yang aman untuk berbisnis senjata. Ya, militer Myanmar terus membeli senjata kepada Zionis untuk membantai Muslim Rohingya. Sementara pembersihan etnis dan genosida terus berlangsung di Negara Bagian Rakhine itu.

Mengonfirmasi reputasinya untuk “membantu” beberapa rezim paling brutal di dunia, Zionis (sama-sama biadab dan brutal dengan sekutu yang “dibantu”nya) telah menjual senjata ke Myanmar setelah lama sebagian besar negara-negara Barat melarang penjualan senjata ke nagara pembantai Rohingya itu karena kekhawatiran bahwa senjata yang dijual kemungkinan digunakan untuk melakukan genosida.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menggambarkan penderitaan umat Muslim Rohingya sebagai “buku teks” contoh genosida. Kesimpulan itu kembali diungkapkan baru-baru ini oleh Ketua Misi Pencari Fakta PBB tentang Myanmar yang menggambarkan situasi terakhir sebagai “sebuah genosida yang berkelanjutan”.

Pada Desember 2018, Dewan Perwakilan Rakyat AS secara efektif menegur pemerintahan Trump dan mengesahkan resolusi yang menyatakan bahwa militer Myanmar telah melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya.

Komite Utama Museum Peringatan Holocaust AS mengatakan bahwa mereka juga menemukan “bukti kuat” genosida oleh militer Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya. Menjelaskan situasinya, Ketua Komite Museum tentang Hati Nurani, Lee Feinstein, seperti dikutip Times of Israel mengatakan, “Kampanye militer Burma (Myanmar) melawan Rohingya, terutama serangan Agustus 2017, telah disengaja, sistematis dan masif.”

Posisi mereka didukung oleh Pusat Pencegahan Genosida. “Kami ingin membantu menetapkan rekor sejarah untuk masa depan dan untuk Rohingya yang terus menghadapi risiko genosida hari ini,” kata Feinstein.

Baca Juga

Dalam salah satu laporan terbaru yang disusun oleh Departemen Luar Negeri AS, yang menghitung kekejaman di Negara Bagian Rakhine utara yang mayoritas penduduknya Budha, ditemukan bahwa kekerasan terhadap Muslim Rohingya adalah “ekstrem, berskala besar, tersebar luas dan diarahkan untuk meneror keduanya, populasi dan mengusir penduduk Rohingya”. Sekitar 1,1 juta warga Muslim Rohingya telah meninggalkan Myanmar.

Meskipun ada kecaman yang meluas, Zionis tetap bersahabat dengan Myanmar dan relatif tidak banyak bicara, kata Times of Israel. Times of Israel sementara mengakui bahwa mereka belum dapat mengonfirmasi apakah sang penjajah tanah Palestina itu menggelar pelatihan, intelijen dan teknologi pengawasan terhadap Myanmar.

Namun, laporan itu menemukan bahwa Tel Aviv telah mengizinkan perusahaan-perusahaan senjatanya untuk menjual senjata kepada militer Myanmar pada musim gugur 2017. Hal itu dilakukan setelah lama sebagian besar negara-negara Barat melarang penjualan tersebut. Perusahaan-perusahaan Zionis dilaporkan telah menolak untuk menjawab pertanyaan tentang penjualan (senjata) mereka saat ini.

David Tal, seorang sejarawan Yahudi yang mengepalai program Studi Zionis Modern di Universitas Sussex, menjelaskan persahabatan berkelanjutan Zionis dengan Myanmar. “Tren umum kebijakan luar negeri Zionis adalah untuk memberikan prioritas pada kepentingan daripada nilai-nilai. Memiliki hubungan baik dengan Myanmar … Saya anggap bernilai harga moral apa pun yang diterima Zionis,” ujar Tai.

Laporan tersebut menelusuri kecenderungan Zionis dalam membantu rezim rasis. Itu nampak pada kerja sama bersejarah mereka dengan rezim apartheid Afrika Selatan. Penjajah Zionis juga telah berulang kali menolak mengumumkan perincian lengkap penjualan senjata mereka ke Myanmar. (mus)

Sumber: MEMO

Baca Juga