Pendapat Hukum tentang Pengunduran Diri Calon Legislatif PBB

CATATAN DR H ABDUL CHAIR RAMADHAN, SH, MH

-Ahli Hukum Pidana 212-

Pengunduran diri dari pencalonan meski telah masuk DCT merupakan sebuah hak personal dan konstitusional. KPU tidak bisa melarang, sebab tidak ada larangan dalam Undang-Undang Pemilu maupun PKPU. Sesuai dengan prinsip hukum “sesuatu yang tidak dilarang berlaku asas kebolehan”. 

DR H Abdul Chair Ramadhan, SH, MH

SALAM-ONLINE: Perihal pengunduran diri Calon Anggota DPR maupun DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang sudah masuk Daftar Calon Tetap (DCT), bukanlah termasuk perbuatan melawan hukum dan oleh karenanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Tidak ada norma hukum larangan yang mengandung ancaman pidana kurungan dan/atau denda dalam UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM, maupun peraturan pelaksanaannya yakni PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM (PKPU) NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENCALONAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA.

Dengan demikian, adanya informasi yang beredar pasca banyaknya Caleg PBB yang menyatakan pengunduran diri yang menginformasikan bahwa pengunduran diri para Caleg tersebut  terancam pidana kurungan dan/atau denda adalah tidak berdasar hukum dan tentunya tidak benar.

Undang-Undang Pemilu hanya mengatur tentang perihal pencalonan, dapat dilihat pada Bagian Kedua Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, Paragraf f Persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pada Pasal 240 (1) salah satunya disebutkan pada huruf n menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Kartu Tanda Anggota Partai Politik Peserta Pemilu. Ketentuan yang sama juga disebutkan dalam Pasal 7 (1) PKPU.

Menurut Pasal 23 (1) PKPU dapat dilakukan perubahan Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dalam hal Bakal Calon tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil klarifikasi terhadap adanya masukan dan/atau tanggapan dari masyarakat terkait dengan persyaratan Bakal Calon; meninggal dunia; atau mengundurkan diri.

Adapun perubahan setelah DCT diatur dalam Pasal 35 (1), yang memungkinkan terjadinya perubahan Caleg, dalam hal Caleg meninggal dunia atau terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen dan/atau penggunaan dokumen palsu, dinyatakan tidak memenuhi syarat berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota menyusun Berita acara dan menerbitkan perubahan Keputusan KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota tentang Penetapan DCT Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Untuk selanjutnya, dilakukan pencoretan nama calon yang bersangkutan tanpa mengubah nomor urut calon.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Calon Anggota DPR maupun DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang sudah masuk DCT tidaklah dapat diganti, terkecuali dalam kondisi tertentu sebagaimana disebutkan di atas.

Baca Juga

Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang telah menyatakan pengunduran dirinya sebagai anggota Partai, pernyataan tidak aktif (vacuum) dalam Pemilu Legislatif dan lain sebagainya baik secara individu maupun kolektif, baik secara resmi melalui Surat Pernyataan yang disampaikan ke Partai Politik (in casu BB), maupun pernyataan (deklarasi) yang disampaikan melalui media massa, baik cetak ataupun elektronik, termasuk media sosial seperti WA, IG, FB, adalah sah adanya, tidak ada ancaman hukum berupa sanksi pidana kurungan dan denda.

Deklarasi pengunduran diri dalam media sosial oleh yang bersangkutan maupun yang ditransmisikan / didistribusikan oleh orang lain bukanlah termasuk perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE). Tegasnya, tidak ada hubungan atau kaitan sama sekali antara pernyataan aquo melalui sistem informasi elektronik dimaksud dengan UU ITE.

Konten ilegal yang diatur dalam UU ITE hanya terbatas pada Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan tertentu, seperti memiliki muatan yang melanggar kesusilaan; memiliki muatan perjudian; memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik; memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman; menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik; menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA); memiliki muatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi, atau mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain, intersepsi dan lain sebagainya yang terkait dengan itu.

Memang ada ketentuan pidana kurungan dan denda dalam UU Pemilu, yakni Pasal 491, namun norma hukum tersebut hanya berlaku bagi pelaksanaan Kampanye Pemilu, selengkapnya disebutkan: “Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah).

Jadi, sifat melawan hukum pada pasal aquo bersifat terbatas dan terkait dengan jalannya pelaksanaan Kampanye Pemilu yang dilakukan oleh Partai Politik atau Tim Kampanye Capres-Cawapres. Frasa “jalannya Kampanye Pemilu” tidak ada kaitan dengan pengunduran diri seseorang dari keanggotaan dari Partai Politik maupun deklarasi pencabutan dukungan atas dirinya sebagai Caleg.

Pengunduran diri dari pencalonan meski telah masuk DCT merupakan sebuah hak personal dan konstitusional. KPU tidak bisa melarang, sebab tidak ada larangan dalam Undang-Undang Pemilu maupun PKPU. Sesuai dengan prinsip hukum “sesuatu yang tidak dilarang berlaku asas kebolehan”.

Penulis, adalah juga termasuk dari sekian banyak Caleg PBB yang telah menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan Partai termasuk menyatakan vacuum dari Pileg Tahun 2019. Terlebih lagi penulis sebagai Sekjend Caleg PBB Poros Makkah yang telah menyampaikan sikap dan kebulatan tekad sebelum DPP PBB menyatakan keputusan secara resmi dalam Rakornas dukungan politiknya kepada Jokowi-Ma’ruf.

Atas keputusan DPP PBB tersebut, sangatlah wajar apabila banyak Caleg PBB menyatakan kekecewaannya dan itu merupakan hak politik masing-masing Caleg yang nota bene juga sebagai pemilih pada Pemilu nanti. Demikian pendapat hukum ini disampaikan untuk menjadi dalil hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan sekaligus sebagai edukasi ke masyarakat luas. (*)

Baca Juga