Pertanyaannya, Jokowi ‘Tokoh Muslim Berpengaruh’ Apa?

Catatan M Rizal Fadillah*

SALAM-ONLINE: Ketika seseorang diberi penghargaan oleh suatu lembaga, maka masyarakat bertanya bahwa bacaan lembaga itu sama atau tidak dengan bacaan masyarakat. Bila skala prestasi melewati batas negara, maka pertanyaan makin luas pula ruang lingkupnya yakni masyarakat dunia. Prestasi apa yang dirasakan bagi masyarakat dunia.

Jokowi, oleh Royal Aal al Bayt Institute for Islamic Thought Yordan yang berkedudukan di Amman, Yordania, dinyatakan masuk dalam 500  tokoh Muslim dunia yang berpengaruh. Dalam daftar ini, Jokowi masuk di barisan 50 tokoh Muslim teratas yang dianggap paling berpengaruh. Tidak tanggung-tanggung. Peringkat 13.

Lembaga non pemerintah yang didirikan oleh Husen bin Talal ini berulang memberi penilaian yang pada umumnya mengarah pada pemimpin negara. Lembaga ini pula yang mensponsori keluarnya “Deklarasi Amman” yang mengarahkan penyatuan Sunni dan Syi’ah.

Jika ada tokoh dari Negara Indonesia yang dihargai oleh dunia tentu membanggakan. Akan tetapi jika tidak jelas akan kriteria dan pembuktian penghargaannya itu, maka wajar jika kita sendiri menjadi ragu. Apalagi dalam konteks dunia. Bahagia itu harus jujur dan tidak bahagia pun mesti jujur.

Lalu pengaruh apa yang telah ditularkan oleh Jokowi. Bukankah “bolos” di sidang PBB sudah berulang kali. Padahal ini adalah tempat dan momen untuk tampil sebagai tokoh dunia berpengaruh. Gagasan hebat dapat dikemukakan di forum dunia resmi dan prestisius ini.

Salah satu yang terurai dari sebab mendapat pemeringkatan adalah karena Jokowi dinilai sebagai sosok “bersih”, menghindari korupsi dan nepotisme yang biasa menjangkiti kalangan politisi. Ayahnya adalah pengusaha furnitur kecil yang kadang sulit memenuhi kebutuhan keluarga.

Selama kampanye mempertahankan “tradisi blusukan” yakni terjun langsung mendengarkan keluhan rakyat. “Pendekatan ini membuatnya mengerti apa yang menjadi saran serta kritikan dari masyarakatnya, dan menikmati relasi kuat dengan publik” demikian Kompas.com.

Baca Juga

Publikasi “The World’s 500 Most Influential Muslims” berangka tahun 2020. Jadi berbicara tahun depan. Ironinya kini pada item di atas saja sudah menjadi pertanyaan publik.

Apakah benar Jokowi bersih, apakah benar menghindari korupsi? Bagaimana dengan riwayat dugaan saat menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI yang juga disorot? Berapa besar harta yang dimiliki kini di di dalam dan luar negeri? Bukankah Jokowi juga yang setuju pada pelemahan atau “pembunuhan” KPK melalui revisi UU KPK yang menghebohkan itu? Nah, majalah Tempo membuat bayangan Pinokio untuk Jokowi. ICW pun sudah minta agar award Anti Korupsi Jokowi dicabut.

Lalu dukungan usaha kepada sang anak dan kemunculan putranya tersebut sebagai calon Wali Kota Solo tidak masuk bagian dari nepotisme? Tradisi blusukan itu apakah riil bagian dari mendengarkan keluhan rakyat yang membuat “mengerti apa yang menjadi saran serta kritikan” dari masyarakatnya atau bagian dari pelestarian “tradisi pencitraan”?

Faktanya, di tengah keprihatinan rakyat soal kenaikan harga bahan pokok, tarif BPJS, listrik dan air minum, asap kebakaran hutan, krisis Wamena dan aksi mahasiswa, justru Jokowi bahagia mensupport rencana “Konser Pemersatu Bangsa” para musisi menjelang pelantikannya. Bersiap “jingkrak jingkrak” di tengah penderitaan rakyat. Kepedulian dan perasaan kerakyatan yang lemah.

Rupanya penghargaan peringkat 13 Muslim dunia yang paling berpengaruh di tahun 2020 dengan reputasi sebelumnya sulit untuk dijadikan bukti. Terlalu banyak pertanyaan dan kesiapan mengubah perilaku politik untuk itu. Kecuali jika pertanyaan berlanjut yakni “most influential Muslim” nya itu pada pengaruh baik atau pengaruh buruk?
“That is the question,” kata William Shakespeare.

*) Pemerhati Politik

Bandung, 7 Oktober 2019

Baca Juga