Ada Pertunjukan Hadrah pada Acara Natal di Solo, Panitia Minta Maaf

Seni Hadrah, tiba-tiba manggung dalam acara Natal di Kelurahan Mojosongo, Solo. (Foto: Dokumentasi DSKS)

SOLO (SALAM-ONLINE): Jamaah Masjid di Kelurahan Mojosongo, Solo, dan Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS), Jumat (27/12/2019) menemui Lurah Mojosongo, Winarto, SE, MM, untuk meminta penjelasan terkait dengan Pertunjukan Hadrah di Acara Natal pada 23 Desember lalu.

Hadrah selama ini dikenal sebagai salah satu bentuk kesenian dalam Islam yang diiringi dengan rebana terbangan (alat perkusi). Rebana ini diikuti oleh lantunan syair-syair penghormatan atau pemuliaan terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Bahkan ada yang mengatakannya sebagai dzikir (kepada Allah).

Karena tidak ingin salah kaprah, yang mencampuradukkan perayaan Natal dengan kesenian Islam, maka Masjid di Kelurahan Mojosongo yang diwakili Parno dan jamaah lainnya serta DSKS diwakili Endro Sudarsono, menemui Lurah Winarto agar menyelesaikan masalah ini.

“Winarto mengakui acara tersebut benar adanya. Penyelenggaranya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Mojosongo. Winarto juga membenarkan bahwa Lurah Mojosongo dan Camat Jebres diundang dalam acara yang mencampurkan acara keyakinan yang berbeda itu,” kata Humas DSKS Endro Sudarsono dalam keterangan persnya, Jumat (27/12).

Ketua Divisi Humas DSKS Endro Sudarsono (kedua dari kanan/berkemeja putih) dan perwakilan Jamaah Masjid di Kelurahan Mojosongo saat menemui Lurah Lurah Winarto, Jumat (27/12/2019). (Foto: Dokumentasi DSKS)

Menurut Endro, sangat disayangkan pula, Ketua LPMK dan Ketua Panitia Natal tersebut adalah dari kalangan Muslim.

Baca Juga

“Oleh karenanya, Lurah Winarto menjelaskan telah menegur panitia terkait keberatan dari Mashuri selaku Ketua NU Solo,” terang Endro.

Kata Endro, Lurah juga menyarankan panitia dan Ketua LPMK untuk meminta maaf. LPMK dan Panitia sendiri (keduanya dari kalangan Islam) memang telah minta maaf pada 24 Desember 2019 melalui video yang dipublikasikan.

DSKS pun, ujar Endro, menyatakan sikapnya. Pertama, mendukung tempat umum semisal pendopo kelurahan digunakan untuk kepentingan warga. Namun menolak jika digunakan untuk kepentingan keagamaan yang tidak lagi menjunjung toleransi beragama, yaitu mencampurkan dengan acara keyakinan yang berbeda.

“Hal ini rawan ditumpangi dengan kegiatan pemurtadan, baik langsung maupun tidak langsung,” katanya.

Kedua, DSKS meminta pemerintah di tingkat Kelurahan, Kecamatan hingga Kota Madya/Kabupaten untuk proporsional dalam memfasilitasi kegiatan umat beragama dengan menghormati keyakinan masing-masing.

Ketiga, meminta kepada umat Islam untuk tidak ikut serta dalam ibadah umat lain sebagaimana pesan dalam Al-Qur’an surat Al-Kafirun. (S)

Baca Juga