DPR AS Makzulkan Presiden Trump, Bagaimana dengan Senat?
Penyalahgunaan kekuasaan dan dakwaan menghalangi Kongres AS yang ditujukan kepada Presiden Donald Trump akan dibawa ke Senat. Meski mayoritas DPR AS menyetujui Trump dimakzulkan sebagai Presiden, namun diprediksi Partai Republik yang mendominasi Senat AS akan membebaskannya dari semua kesalahan.
WASHINGTON (SALAM-ONLINE): Presiden Donald Trump menjadi Presiden keempat dalam sejarah AS yang dimakzulkan oleh House of Representatives (HOR) atau DPR-nya AS yang menggelar voting pada Rabu (18/12/2019) waktu setempat.
Dua pasal pemakzulan yang didakwakan terhadap Trump adalah soal penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi Kongres AS.
Voting pemakzulan ini dilakukan setelah melewati perdebatan panjang antara Partai Demokrat dengan Partai Republik (partainya Trump). “Hari ini kita di sini (melakukan voting) untuk membela demokrasi bagi rakyat,” kata Ketua DPR AS, Nancy Polosi, dalam pidato pembukaan sebelum dimulainya perdebatan.
Kepada wartawan di Gedung Capitol, Washington DC, tak lama setelah pemungutan suara, Nancy Pelosi juga menyebut hari ini (Rabu, 18 Desember 2019) sebagai “hari yang baik untuk Konstitusi Amerika Serikat”.
Voting digelar dua kali. Voting pertama terkait penyalahgunaan kekuasaan. Trump didakwa melakukan ‘tindak kejahatan dan pelanggaran hukum berat’ dengan menyalahgunakan kekuasaannya. Tujuannya untuk menekan Ukraina agar mengumumkan hasil penyelidikan yang mendiskreditkan rival volitiknya.
Dari total 435 anggota DPR AS yang mengikuti voting, 230 suara menyetujui dakwaan terhadap Trump. Sementara sebanyak 197 suara menolak dakwaan tersebut.
Voting untuk dakwaan menghalangi Kongres juga memperoleh 229 suara menyetujui. Dan 198 suara menolak.
Voting untuk dakwaan menghalangi Kongres AS adalah upaya Trump dalam menekan Ukraina untuk menyelidiki mantan Wakil Presiden AS Joe Biden, lawan politik Trump, yang berpotensi menjadi penantangnya dalam pilpres 2020 mendatang.
Dengan disetujuinya dua dakwaan pemakzulan (impeachment) ini, maka Trump resmi menjadi Presiden AS keempat dalam sejarah yang diimpeach oleh DPR AS.
Dua dakwaan pemakzulan ini akan dibawa ke Senat AS untuk disidangkan. Untuk bisa sepenuhnya memakzulkan Trup diperlukan paling sedikit dua pertiga suara dukungan di Senat.
Berhasilkah Trump dimakzulkan? Sebab, jika Demokrat dominan di DPR AS, maka Partai Republik mendominasi Senat. Diprediksi para senator Republik akan membebaskan Trump dari seluruh dakwaan. Sidang Senat AS sendiri akan digelar pada Januari 2020.
Sebelum Trump, ada tiga Presiden AS yang juga mengalami proses pemakzulan, yaitu:
1. Andrew Johnson (1868)
Setelah berakhirnya Perang Sipil AS, Presiden Andrew Johnson pada Maret 1868 menghadapi pemakzulan atas tiga pasal pelanggaran, yaitu kelalaian tugas, pelanggaran sumpah, hingga merendahkan Konstitusi.
Pemakzulan diajukan DPR AS setelah Johnson memecat Menteri Perang Edwin M. Stanton dan menggantinya dengan Jenderal Lorenzo Thomas tanpa persetujuan Senat.
Saat itu di AS, pemecatan menteri harus mendapat restu dari Senat. Menurut Senat, pemecatan Stanton tidak sah berdasarkan Konstitusi.
Dia menghadapi voting pemakzulan di Senat pada Mei 1868. Senat AS ketika itu hanya kekurangan satu suara untuk bisa memakzulkan Johnson. Namun akhirnya Johnson tetap melanjutkan kepemimpinannya hingga habis masa jabatan.
2. Richard Nixon (1974)
Nama Presiden Richard Nixon erat dengan skandal Watergate yang membuatnya mengundurkan diri. Dalam kasus tersebut, Nixon dituduh terlibat dalam upaya pembobolan kantor Komisi Nasional Partai Demokrat di Gedung Watergate untuk memasang alat penyadap pada Juni 1972.
Saat itu, Nixon dari Partai Republik berusaha dimakzulkan karena mencoba menutupi keterlibatan Gedung Putih atas kasus tersebut. Penyelidikan kasus ini pun memakan waktu hingga satu setengah tahun.
Nixon juga dituduh menyalahgunakan kekuasaan dengan mengerahkan alat negara seperti FBI dan Kementerian Kehakiman untuk menutupi skandal.
Namun Nixon lengser dari jabatan bukan karena dimakzulkan. Dia mengundurkan diri pada 8 Agustus 1974 sebelum DPR melakukan voting pemakzulan.
3. Bill Clinton (1999)
Proses pemakzulan dijalani Presiden Bill Clinton pada Desember 1998. Dia dikenakan pasal pemakzulan soal “kejahatan berat dan perbuatan tercela”.
Kasus ini bermula pada gugatan Paula Jones pada 1994 yang menuding Clinton melakukan pelecehan seksual terhadap dirinya ketika masih menjabat sebagai Gubernur Arkansas.
Pengembangan kasus ini mengungkapkan perselingkuhan antara Clinton dan pegawai magang Gedung Putih, Monica Lewinsky.
Di bawah sumpah Clinton membantah tuduhan perselingkuhan tersebut. Namun belakangan diketahui sumpah itu palsu, Clinton akhirnya mengakui dirinya dan Lewinsky melakukan perselingkuhan.
Proses pemakzulan suami Hillary Clinton itu kandas karena tak mendapat persetujuan pada voting di Senat Februari 1999. Bill Clinton menyelesaikan masa jabatannya hingga 2001. (mus)
Sumber: CNN, AFP, Anadolu, CNBC