Muslim Rohingya Menolak Disebut ‘Etnis Bengali’
Kelompok Muslim Rohingya mengecam koalisi pemberontak Myanmar karena menyebut mereka sebagai ‘Muslim Bengali’
SALAM-ONLINE: Sebuah kelompok Rohingya menolak keras pernyataan bersama koalisi pemberontak di Myanmar yang menyebut komunitas Muslim yang ditindas digambarkan sebagai “Bengali”.
Presiden Organisasi Solidaritas Rohingya (RSO) Mohammad Ayyub Khan menyebut pernyataan bersama itu sebagai “tidak berdasar, pemalsuan dan penyebutan yang keliru tentang kata Rohingya”.
Dikutip dari WikiPedia, suku Bengala (Bengali) adalah komunitas etnis yang mendiami wilayah Bengala. Kini wilayah Bengala terbagi atas dua bagian, Bengala Barat masuk ke dalam bagian negara India dan Bengala Timur menjadi bagian negara Bangladesh di Anakbenua India yang memiliki sejarah panjang lebih dari dua milenium.
Koalisi kelompok pemberontak yang terdiri dari Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang, Tentara Arakan dan Tentara Aliansi Demokrasi Nasional Myanmar, mengatakan pada Kamis (29/11/2019) bahwa mereka siap memberikan bukti kejahatan perang oleh militer Myanmar antara tahun 2009 dan 2019 melawan etnis Rohingya ke pengadilan internasional, termasuk orang-orang “Muslim Bengali”. Penyebutan “Muslim Bengali” ini merujuk pada komunitas Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine barat yang ditindas oleh rezim zalim Myanmar.
“Tapi ironisnya, pernyataan itu menyebutkan kata ‘Bengali’, bukan Rohingya,” kata Khan dalam sebuah pernyataan yang dikutip kantor berita Anadolu, Sabtu (30/11). Khan mengatakan bahwa pernyataan itu “melukai perasaan Rohingya khususnya dan Muslim pada umumnya”.
Dia mendesak kelompok-kelompok pemberontak—yang berperang melawan tentara Myanmar di negara bagian Shan dan Rakhine—untuk “memusatkan energi mereka dalam perjuangan melawan tentara rezim (Myanmar) Burma”.
“Kami adalah Muslim Rohingya, bukan Muslim Bengali,” kata Khan kepada Anadolu.
Rohingya, sebuah komunitas etnis Muslim di negara bagian Rakhine Myanmar, sudah lama mengalami genosida dan penindasan sistematis yang dilakukan rezim militer Myanmar, demikian beberapa laporan hasil investigasi PBB.
Amnesty International mengatakan bahwa lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, kebanyakan wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar. Mereka menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan biadab Myanmar melakukan aksi kekerasan pada komunitas Muslim minoritas itu pada Agustus 2017. Aksi keji itu menyebabkan jumlah orang ditindas yang melarikan diri ke Bangladesh mencapai di atas 1,2 juta orang.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya dibunuh oleh pasukan Myanmar, demikian laporan Ontario International Development Agency (OIDA).
Lebih dari 34.000 Rohingya juga dibakar hidup-hidup. Sementara lebih dari 114.000 lainnya disiksa, demikian laporan OIDA yang bertajuk “Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman tak Terungkap”.
Masih menurut laporan tersebut, sekitar 18.000 perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Dan lebih dari 115.000 rumah warga Rohingya dibakar, 113.000 lainnya dirusak. (mus/salam)
Sumber: Anadolu