Novel Baru tentang Perburuan Kader PDIP yang Terlibat Suap

Harun Masiku

Catatan M Rizal Fadillah*

SALAM-ONLINE: Ada cerita novel baru tentang perburuan kader PDIP yang terlibat suap Harun Masiku. Ketika suara koor elemen penegak hukum bahwa Masiku sedang di luar negeri, fakta terberitakan justru ia berada di tanah air.

Selorohnya adalah Masiku di pelupuk mata tidak terlihat. Rupanya ada upaya melindungi dirinya yang dapat berefek domino pada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Berita terakhir dari Ketua KPK Firli Bahuri progres perburuan Masiku adalah kerja sama dengan imigrasi, penerbitan perintah penangkapan, serta minta bantuan Polri. Memang progres yang belum menggembirakan. Hasto yang ada di sini pun tak bisa “ditangkap”, padahal itu jalan penting menuju Masiku. Jika dibalik. Lalu timbul pertanyaan seriuskah KPK ingin menangkap Masiku?

PDIP all out melindungi kadernya dan melawan KPK. Tidak tanggung-tanggung, Menteri Hukum dan HAM diterjunkan sebagai tim hukum. Preseden buruk bernegara. Bagai cerita novel fragmen suap Komisioner.

Ada kisah bocor sprinlidik segala yang dikemukakan anggota DPR dari PDIP Masinton Pasaribu. Ia kaget ada orang misterius menyerahkan map padanya. Isinya sprinlidik KPK. he he. Cerita yang berputar-putar.

Baca Juga

Bayangan mengawang pada kisah Novel Baswedan yang juga berputar-putar. Betapa sulitnya menangkap dan memproses hukum penyiram air keras ke wajahnya dua setengah tahun yang lalu. Ternyata sama saja dengan “gajah di pelupuk yang tidak terlihat”. Pelakunya adalah Polisi aktif yang tak jelas kapan akan dibawa ke Pengadilan. Dulu kasus penusukan Wiranto juga terkubur di telan bumi.

Harun Masiku

Beda di antara kedua novel adalah yang satu korban, yang lain pelaku. Novel masih harus bersabar, sementara Masiku melompat-lompat sembunyi di ruang tunggu. Sutradara berpikir keras mengolah cerita ke dalam film. Agar enak ditonton. Siapa tahu berada di puncak box office.

Bapak Kepala Negara, tolong dong dibenahi negara tercinta kita dengan kebijakan yang tegas, jelas dan tuntas. Jangan sampai kita digelari sebagai negara telenovela. Terlalu banyak cerita novel yang bertele-tele. Tidak bermutu dan tidak berefek jera.

*) Pemerhati Politik

Bandung, 27 Jumadil Awwal 1441 H/22 Januari 2020 M

Baca Juga