Islamofobia di India: Unik, Pasien Corona Dipisah Berdasarkan Agama
Di Negara bagian Gujarat, India, rumah sakit memisahkan Pasien Corona Muslim dengan Hindu. Seorang sosiolog menyebutnya sebagai perilaku ‘apartheid’.
SALAM-ONLINE: Di tengah pandemik global Virus Corona, sebuah rumah sakit yang dikelola pemerintah di Ahmedabad, kota utama di barat negara bagian Gujarat, India, memisahkan pasien Covid-19 berdasarkan agama mereka. Pihak Rumah Sakit mengaku permintaan tersebut datang dari pemerintah.
“Secara umum, ada bangsal—terpisah untuk pasien pria dan wanita. Akan tetapi di sini, kami membuat bangsal terpisah untuk pasien Muslim dan Hindu. Ini adalah sebuah keputusan dari pemerintah dan Anda bisa menanyakan mereka,” Pengawas medis Rumah Sakit Umum Ahmedabad, dokter Gunvant H Rathod, menjelaskan kepada koran The Indian Express pada Rabu (15/4/20), sebagaimana dikutip Al Jazeera, Kamis (16/4).
Negara bagian Gujarat dikuasai Partai Hindu Nasionalis, Bharatiya Janata Party (BJP), yang saat ini menguasai negara India. Narendra Modi pernah menjadi menteri utama negara bagian tersebut selama kurang lebih 13 tahun bertutur-turut, yakni dari tahun 2001, sebelum dia menjadi perdana menteri India pada 2014.
Ketika Al Jazeera menghubungi Jayanti Ravi, sekretaris utama kesehatan di pemerintahan Gujarat, mengenai pemisahan pasien berdasarkan agama, asisten pribadinya mengambil alih telepon dan menyarankan wartawan Al Jazeera untuk berbicara ke Dr Sanjay Solanki, petugas medis masyarakat yang bertugas di Rumah Sakit.
“Saya tidak tahu apa-apa,” kata asisten pribadi Jayanti, tanpa menyebutkan namanya.
Setelah Al Jazeera berhasil menghubugi Solanki, dia meminta Al Jazeera berbicara ke seorang bernama Rathod. “Dia adalah orang yang tepat untuk berbicara (masalah ini),” ujar Solanki.
Namun, Rathod sendiri tidak menjawab panggilan telepon Al Jazeera.
Sementara, Menteri Kesehatan Gujarat dan Wakil Menteri Utama Nitin Patel menerangkan kepada Al Jazeera bahwa tidak ada hal semacam itu terjadi.
“Apapun dibutuhkan untuk memberikan rakyat perawatan sebaik mungkin, itu yang sedang dilakukan,” kata dia yang kemudian menutup teleponnya.
Departemen Kesehatan Negara bagian Gujarat juga mengeluarkan pernyataan resmi. Dikatakan, laporan bangsal terpisah untuk Muslim dan Hindu itu “tidak berdasar”.
“Pasien dipisahkan bangsalnya berdasarkan kondisi medis mereka, keparahan gejala dan usia. Pada dasarnya berdasarkan saran dokter. Dengan demikian, laporan yang muncul di sebagian media sangat tidak berdasar dan menyesatkan,” demikian pernyataan resmi dari Departemen Kesehatan Negara bagian Gujarat.
Meskipun begitu, dari laporan The Indian Express, seorang pasien mengungkapkan, “Pada Ahad malam, 28 pria yang diterima di bangsal pertama (A-4) dipanggil keluar. Kemudian kami dipindahkan ke bangsal lain (C-4).”
Pasien itu mengatakan, bahwa mereka tidak mendapat penjelasan kenapa dipindahkan. “Semua nama yang dipanggil keluar (dipindahkan) itu adalah satu komunitas. Kami menanyakan kepada salah satu anggota staf di bangsal kami dan dia mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk ‘kenyamanan kedua komunitas’,” ungkapnya mengutip keterangan seorang petugas di bangsal.
Menurut seorang dokter yang dikutip dalam laporan The Hindu newspaper, sebagian pasien dari komunitas mayor tidak nyaman berada di bangsal yang sama dengan pasien komunitas minor.
“Setelah beberapa pasien protes, diputuskanlah untuk memisahkan mereka atas dasar sementara,” kata dokter yang tidak mau disebut namanya kepada The Hindu newspaper.
Ketika seorang sosiolog yang berbasis di Ahmedabad bernama Ghanashyam Shah ditanya Al Jazeera, jika Rumah Sakit di sana memisahkan pasien menurut agama mereka, apakah hal itu sama dengan perilaku apartheid, dia merespons, “Tentu saja.”
Tahu sendirilah, kata Shah, Gujarat itu seperti apa . “Saya tidak terkejut hal ini terjadi,” kata dia.
“Itu adalah sesuatu yang sangat jelas. Berita propaganda palsu bahwa di sekeliling Muslim menyabar Virus Corona mungkin merajalela di seluruh India. Saya dapat melihat hal ini terjadi di Gujarat,” ujarnya.
Shah menyinggung bahwa Islamofobia yang berkembang makin disulut oleh pandemik Virus Corona, khususnya setelah Jamaah Tabligh, salah satu kelompok dakwah Muslim, menggelar kongres di New Delhi pada Maret lalu.
Jamaah Tabligh pun kemudian dikaitkan dengan ratusan kasus positif Covid-19 di seluruh India. Selanjutnya hal itu memicu perburuan nasional untuk melacak para anggota Jamaah Tabligh.
Pada Rabu (15/4), Ketua Jamaah Tabligh, Maulana Saad Kandhalvi telah dituduh dengan tuduhan “pembunuhan”.
Pada awal bulan ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan dengan melawan pengidentifikasian agama terhadap pasien Virus Corona yang dilakukan oleh pemerintah di seluruh dunia.
“Menderita Covid-19 bukanlah kesalahan siapa pun. Setiap kasus adalah korban, Sangat penting bahwa kita tidak membuat profil kasus berdasarkan ras, agama dan etnis,” ujar Direktur Program darurat WHO, Mike Ryan.
Menurut laporan media, lebih dari setengah 500 kasus Virus Corona di Ahmedabad berasal dari lingkungan mayoritas Muslim.
Sejak lama, kota Ahmedabad telah menjadi tempat persemaian kesenjangan komunal, dengan pemisahan daerah untuk Hindu dan Muslim.
Pada 2002, Ahmedabad adalah salah satu kota utama berlangsungnya kekerasan agama di seluruh India. Setidaknya 2.000 Muslim telah dibunuh, puluhan wanita diperkosa, dan ribuan lainnya terusir. (M Nizar Malisy)
Sumber: Al Jazeera