10 Peristiwa Penting di Bulan Syawal dalam Sirah Nabawiyah

-Catatan Abu Harits, Lc-

Syawal dalam Lintasan Sejarah

Di zaman kita seperti saat ini bulan Syawal seringnya diidentikkan dengan acara keluarga, bersuka cita atau musim pernikahan. Meskipun hal tersebut hukumnya mubah, namun harus tetap menjaga pedoman syariat. Jangan sampai memahami momentum Syawal dengan pemahaman yang salah. Seakan bulan Syawal adalah euforia melepaskan diri dari belenggu puasa dan syariat. Semoga Allah ﷻ melindungi kita dari setiap penyimpangan setan.

Adalah sebuah kesalahan besar jika memahami bulan Syawal sebagai waktu beristirahat dan berfoya-foya. Karena hakikat Syawal adalah peningkatan sebagaimana kandungan makna yang ada dalam kata Syawal itu sendiri.

Dalam tinjauan sejarah, para pendahulu kita dari generasi terbaik umat ini tidak pernah memahami bulan Syawal sebagai waktu untuk istirahat dan bersantai-santai. Namun sebaliknya, justru mereka melihat momentum bulan Syawal sebagai wahana menunjukkan kejujuran imannya kepada Allah ﷻ. Karena ibadah tidak mengenal kata musiman, namun harus tetap konsisten.

Nabi Muhammad ﷺ sebagai teladan kita telah memberikan jejak-jejak sejarah yang sarat hikmah dan ibroh bagi generasi selanjutnya tentang apa dan bagaimana seorang Muslim bersikap dan begerak di bulan Syawal. Dalam tulisan sederhana ini, penulis mencoba merangkum 10 peristiwa penting yang terjadi di bulan Syawal dalam sirah nabawiyah. Semoga mampu menyadarkan umat untuk terus beramal demi menjayakan Islam.

  1. Turunnya wahyu yang kedua kali kepada Nabi Muhammad setelah masa fatroh

Kerisauan dan ketakutan menggelayuti hati dan pikiran Nabi Muhammad ﷺ di masa fatroh yaitu masa kosongnya wahyu dari sejak diturunkannya wahyu pertama di gua Hira’. Para ulama berbeda pendapat tentang berapa lama masa fatroh. Salah satu pakar sejarah Islam Syaikh Shofiyyur Rohman al Mubarokfuri –رحمه الله- menyebutkan bahwa turunnya wahyu pertama QS Al ‘Alaq ayat 1-5 diperkirakan terjadi pada tanggal 21 Ramadhan. Kemudian di awal bulan Syawal turunlah wahyu Allah QS. Al Muddattsir ayat 1-5. Dari data ini beliau menyimpulkan bahwa masa fatroh berlangsung dalam hitungan beberapa hari saja.

Dengan turunnya wahyu kedua tersebut menjadi penguat kedudukan Nabi Muhammad ﷺ sebagai Nabi dan Rasul. Sejak awal syawal di tahun pertama kenabian inilah dimulainya dakwah beliau secara sembunyi-sembunyi yang berlangsung selama kurang lebih tiga tahun. Dan sejak saat itulah beliau ﷺ hanya disibukkan dengan urusan dakwah dan menjayakan Islam.

  1. Dakwah di Thoif

Di bulan Syawal tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad ﷺ memulai dakwah di luar kota Makkah. Tempat yang menjadi tujuan dakwah beliau adalah Thoif. Kota yang berjarak kurang lebih 60 mil dari Makkah ini menjadi obyek dakwah baru bagi Nabi Muhammad ﷺ setelah dakwah Islam yang beliau bawa dihalangi dan dipersempit geraknya di kota kelahirannya sendiri.

Thoif merupakan dataran tinggi yang berada di sebelah selatan kota Makkah dengan ketinggian 1.700 s/d 2.500 mdpl. Kota ini menjadi kota terpenting kedua di jazirah Arab setelah Makkah. Kota ini dihuni oleh kabilah Tsaqif yang memiliki pengaruh besar dan meluas di kalangan orang-orang Arab. Oleh sebab itulah Nabi Muhammad ﷺ memilih kota ini untuk memperluas dakwah Islam.

Perjuangan Nabi ﷺ dalam menyebarkan Islam di wilayah Thoif juga mendapatkan penentangan yang kuat dari para pembesar dan penguasa wilayah tersebut. Selama 13 hari beliau berdakwah di Thoif dengan penuh kelembutan dan ketinggian akhlaq. Namun semuanya berujung pada penolakan dan pengusiran beliau ﷺ. Hingga beliau sempat mengungkapkan kepedihan dan kesedihan hati beliau melalui lantunan doa yang dipanjatkan kepada Allah:

“اللهم إليك أشكو ضعف قوتي، وقلة حيلتي، وهواني على الناس، يا أرحم الراحمين، أنت رب المستضعفين، وأنت ربي، إلى من تكلني؟ إلى بعيد يتجهمني؟ أم إلى عدو ملكته أمري؟ إن لم يكن بك عليّ غضب فلا أبالي، ولكن عافيتك هي أوسع لي، أعوذ بنور وجهك الذي أشرقت له الظلمات، وصلح عليه أمر الدنيا والآخرة من أن تنزل بي غضبك، أو يحل عليّ سخطك، لك العتبى حتى ترضى، ولا حول ولا قوة إلا بك”

Ya Allah, hanya kepada Engkaulah aku adukan lemahnya kekuatanku, sedikitnya upayaku, lemahnya diriku di hadapan manusia, wahai Dzat Yang Paling Penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah, dan Engkau adalah Tuhanku, kepada siapakah Engkau akan menyerahkanku? Apakah ke tempat jauh yang akan menyerangku? Ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Jika perkara itu selama tidak membuat-Mu murka kepadaku maka aku tidak peduli. Akan tetapi (aku mengharap) perlindungan-Mu yang lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan Cahaya Wajah-Mu yang menerangi segala kegelapan, yang membuat kebaikan urusan dunia dan akhirat dari turunnya murka-Mu kepadaku atau kemarahan-Mu menimpa diriku. Bagi-Mu segala kerelaan hingga Engkau ridho dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanya dengan-Mu.”

  1. Pernikahan dengan ibunda ‘Aisyah

Pernikahan Nabi Muhammad dengan ibunda ‘Aisyah binti Abu Bakr terjadi di bulan Syawal tahun ke-11 kenabian di Makkah. Kemudian pada tahun pertama Hijriyah di bulan Syawal juga, Nabi Muhammad ﷺ memulai kehidupan berumah tangga dengan ibunda ‘Aisyah di kota Madinah.

  1. Pengiriman pasukan Islam ke lembah Rabigh

Pengiriman sariyah (pasukan kecil) ke lembah Robigh terjadi di bulan Syawal tahun pertama Hijriyah. Lembah Rabigh terletak di wilayah pesisir Tuhamah yang berhadapan dengan laut merah. Wilayah ini berjarak sekitar 140 km di sebelah utara kota Jeddah. Tempat ini menjadi saksi bisu keberanian pasukan kaum Muslimin yang dikirim oleh Rasulullah ﷺ. Pasukan ini dipimpin oleh Ubaidah bin al Harits. Pasukan kecil yang berjumlah 60 personel itu harus bertempur melawan kekuatan kafir Quraisy pimpinan Abu Sufyan yang berjumlah 200 personel.

Pertempuran di lembah Rabigh ini tidak sampai menelan korban jiwa. Namun pertempuran tersebut dianggap memiliki nilai strategis penting bagi kaum Muslimin, karena mampu memberikan pukulan militer kepada rezim Quraisy. Pertempuran ini juga menjadi pertempuran pertama antara kaum Muslimin dengan kaum kafir Quraisy. Sebelumnya pihak rezim Quraisy mendeklarasikan peperangan kepada kaum Muslimin dan pelarangan bagi mereka untuk berkunjung ke Masjid al Haram.

  1. Perayaan Idul Fithri pertama

1 Syawal tahun kedua Hijriyah adalah perayaan Idul Fitri untuk kali pertama bagi kaum Muslimin. Di hari itu pula dilaksanakannya shalat Id untuk kali pertama yang langsung diimami oleh Nabi Muhammad ﷺ. Hari itu menjadi bagian momentum terindah yang dirasakan oleh Nabi Muhammad ﷺ beserta para sahabatnya. Karena terkumpul tiga kegembiraan: kegembiraan telah menjalankan puasa Ramadhan untuk kali pertama, kegembiraan kemenangan dalam perang Badar dan kegembiraan hadirnya syariat Hari Raya idul fitri.

  1. Perang Bani Qainuqa’

Di pertengahan bulan Syawal tahun kedua Hijriyah, Nabi Muhammad dan kaum Muslimin dikejutkan dengan makar pengkhianatan orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’. Mereka telah berbuat lancang dengan merusak perjanjian damai dengan Nabi Muhammad ﷺ dan kaum Muslimin. Dengan sebab inilah, Nabi Muhammad ﷺ langsung mengirim pasukan dan menunjuk Hamzah bin Abdul Mutholib sebagai Jenderal lapangannya.

Peperangan ini disulut oleh tindakan orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’ yang berlaku tidak sopan terhadap seorang wanita Muslimah yang sedang menjualkan barang dagangannya di pasar Bani Qainuqa. Mereka telah lancang mempermalukan wanita Muslimah itu. Seketika itu juga salah seorang Muslim yang melihat kejadian tersebut langsung memberikan perlawanan dan berhasil membunuh salah satu dari pelakunya. Namun, dengan cepat seorang Muslim tadi dikeroyok oleh orang-orang Yahudi hingga meninggal dunia.

Dengan sigap dan cepat pasukan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul Mutholib bergerak menuju permukiman Yahudi Bani Qainuqa’. Saat mereka melihat datangnya pasukan Islam, mereka bersembunyi di balik benteng-benteng. Akhirnya strategi yang dipilih oleh Hamzah bin Abdul Mutholib adalah pengepungan. Pengepungan berlangsung selama 15 hari hingga masuknya hilal bulan Dzulqo’dah.

Akhirnya peperangan ini dimenangkan secara mutlak oleh kaum Muslimin dan tanpa adanya perlawanan berarti dari Yahudi Bani Qainuqa’. Mereka pun menyerah. Sebagai hukumannya mereka diusir dari kota Madinah.

  1. Perang Uhud

Di awal Syawal tahun ke-3 Hijriyah terjadilah perang Uhud. Saat itu rezim Quraisy berhasil mengumpulkan kekuatan perang sebanyak 3.000 personel. Setelah berlalu satu tahun kekalahan mereka di perang Badar, kali ini persiapan dilebihkan menjadi tiga kali lipat dari perang sebelumnya. Syair-syair dan narasi balas dendam pun disampaikan agar memompa semangat perang di kalangan kabilah Quraisy dan sekutunya.

Ketika Rasulullah ﷺ mendengar kabar ini, beliau langsung mengadakan rapat militer bersama para sahabatnya. Akhirnya diputuskan bahwa pasukan kaum Muslimin keluar dari kota Madinah dan menghadang kekuatan kafirin di luar kota. Saat itu pasukan Islam mempersiapkan kekuatannya dengan jumlah 1.000 orang.

Di tengah perjalanan menuju medan Uhud, Abdullah bin Ubay bin Salul—tokoh munafik saat itu—berhasil memprovokasi sebagian dari pasukan Islam untuk tidak ikut serta dalam peperangan ini dan kembali ke kota Madinah. Setidaknya ada 300 orang yang terkena agitasi dan provokasi dari gembong munafik ini. Hingga akhirnya jumlah pasukan kaum Muslimin yang masih tetap setia membersamai Rasululloh ﷺ tinggal 700 orang.

Dalam peperangan ini ada banyak pelajaran dan hikmah yang didapatkan oleh kaum Muslimin. Di awal berkecamuknya perang, serangan kaum Muslimin berhasil memukul mundur pasukan kafirin Quraisy. Seketika gambaran kemenangan dan banyaknya harta ghonimah menyilaukan pandangan mata kaum Muslimin. Tanpa disadari pasukan berkuda kafirin Quraisy yang saat itu dipimpin oleh Khalid bin Walid langsung bermanuver dan menyerang jantung pertahanan umat Islam. Mendadak kondisi berubah drastis. Korban jiwa dari pasukan kaum Muslimin mulai berjatuhan. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ juga terluka parah dalam perang tersebut.

Baca Juga

Dalam hentakan pertama peperangan, aroma kemenangan sempat dirasakan oleh kaum Muslimin. Dan di akhir peperangan rasa pahit dan getir kekalahan dirasakan oleh kaum kuffar. Demikianlah Allah ﷻ hendak mengajarkan pelajaran berharga bagi kaum Mukminin bahwa kemenangan dan kekalahan hakikatnya ada di tangan-Nya yang sekaligus menjadi ujian keimanan bagi orang-orang beriman.

  1. Perang Ahzab atau perang Khondaq

Pada Syawal tahun ke-5 Hijriyah, kota Madinah harus berhadapan dengan kehadiran pasukan koalisi yang terdiri dari 10.000 pasukan elite berpengalaman tempur tinggi. Peristiwa ini dikenal dengan Perang Ahzab atau perang Khondaq.

Disebut sebagai perang Ahzab karena pasukan musuh terdiri dari beberapa kekuatan yang berkoalisi. Dari arah selatan berkumpulnya kekuatan kabilah Quraisy, Kinanah dan para sekutunya dari penduduk wilayah Tuhamah. Ditambah lagi kekuatan dari Banu Sulaim yang ada di wilayah Marr Dzahran.

Sementara dari arah timur bekumpul kekuatan kabilah Ghathafan. Munculnya kekuatan koalisi ini didasarkan atas agitasi dan provokasi yang dimainkan oleh orang-orang Yahudi Bani Nadhir yang terusir dari kota Madinah.

Peristiwa ini juga disebut perang Khondaq karena Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya menggunakan strategi perang defensif dengan khondaq yang artinya parit. Strategi ini diambil atas usulan seorang sahabat mulia yang bernama Salman Al Farisi. Nabi dan para sahabatnya membangun parit yang begitu dalam dan lebar agar tidak bisa dilompati oleh kuda dan tidak bisa ditembus oleh pasukan musuh.

Setiap 10 orang ditugaskan untuk menggali parit sepanjang 40 hasta. Pengerjaan parit ini dilaksanakan di akhir bulan Ramadhan tahun itu setelah Nabi mendapatkan informasi intelijen yang akurat tentang adanya pasukan koalisi. Kondisi tegang dan mencekam mulai menyelimuti penduduk kota Madinah. Ditambah lagi saat itu kondisi kaum Muslimin sedang mendapatkan ujian berupa kelaparan.

Ujian berat yang dialami oleh umat Islam saat itu tergambar dalam ayat Al Quran:

“(Ingatlah) ketika mereka (pasukan Ahzab) datang kepada kalian dari atas dan dari bawah dan ketika tidak tetap lagi penglihatan kalian dan hati kalian naik menyesak sampai tenggorokan dan kalian menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purba sangka. Di situlah diuji orang-orang Mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang berat,” (QS Al-Ahzab: 10-11).

Pertempuran ini berlangsung selama kurang lebih satu bulan. Dari tanggal 5 Syawal hingga memasuki awal bulan Dzulqo’dah. Akhir dari peperangan ini kaum Muslimin mendapatkan pertolongan dari Allah dengan hadirnya pasukan berupa angin topan yang mengoyak seluruh kekuatan pasukan koalisi kafir.

  1. Perang Hunain

Peristiwa penting lainnya yang terjadi di bulan Syawal adalah Perang Hunain. Perang ini terjadi pada tanggal 7 Syawal tahun ke-8 Hijriyah. Pertempuran besar antara pasukan Islam berhadapan dengan kekuatan besar dari kabilah Hawazin dan Tsaqif.

Panglima tertinggi pasukan besar ini dipegang oleh Malik bin ‘Auf. Secara powerfull dia mengerahkan kekuatan kabilah Hawazin dan Tsaqif untuk berperang melawan Islam dan kaum Muslimin. Hingga terkumpul pasukan sebanyak 30.000 orang dengan membawa harta dan logistik peperangan yang sangat banyak dan melimpah.

Peperangan ini muncul setelah kemenangan besar yang diraih oleh Nabi Muhammad ﷺ dan kaum Muslimin pada peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan kota Makkah) yang terjadi pada 17 Ramadhan 8 H. Oleh sebab itulah kabilah Hawazin dan Tsaqif merasa terpanggil untuk menjaga ideologi dan agama jahiliyah yang selama ini dipegang oleh bangsa Arab dan berusaha kembali merebut kekuasaan kota Makkah sebagai lambang supremasi jazirah Arab.

Saat itu kekuatan personel yang dimiliki oleh kaum Muslimin berjumlah 12.000 orang. Dengan rincian 10.000 dari kaum Muhajirin dan Anshor, sementara sisanya yaitu 2.000 orang dari kalangan muallaf Makkah. Jumlah pasukan yang besar ini membuat silau sebagian kaum Muslimin dan menganggap jumlah yang begitu besar ini tidak akan bisa dikalahkan oleh musuh. Anggapan ini kemudian ditegur oleh Allah melalui firman-Nya:

﴿لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ۝﴾ -التوبة: ٢٥-

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para Mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai,” (QS At Taubah: 25).

Pada awal peperangan, pasukan kaum Muslimin dikejutkan dengan jalur jebakan yang telah disiapkan oleh musuh di lembah Hunain. Dengan mudahnya pasukan musuh melancarkan serangan panah yang membuat pasukan Islam kocar-kacir. Hingga tidak menyisakan kecuali hanya beberapa orang yang membersamai Rasulullah ﷺ. Saat itulah, Rasulullah ﷺ langsung berseru dan memanggil kekuatan yang tersisa sekitar 80 orang untuk memberikan serangan balik ke jantung pertahanan musuh.

Akhirnya serangan balik yang dilancarkan oleh Rasulullah ﷺ mampu mengubah keadaan. Pertahanan pasukan musuh mulai terkoyak. Saat itulah pasukan kaum Muslimin kembali membersamai Rasulullah ﷺ. Peperangan ini dimenangkan secara gemilang oleh Rasulullah dan kaum Muslimin dengan mendapatkan harta ghanimah yang melimpah ruah.

  1. Perang Thoif

Setelah kemenangan di perang Hunain, Rasulullah memerintahkan kepada Khalid bin Walid dengan 1.000 pasukan untuk bergerak menuju Thoif. Misi pasukan ini untuk mengejar pimpinan kabilah Hawazin dan Tsaqif yang melarikan diri dari Hunain. Mereka berlindung di balik benteng Thoif. Peperangan ini terjadi masih di bulan dan tahun yang sama dengan perang Hunain.

Seusai menyelesaikan urusan perang di Hunain dan setelah memerintahkan kepada pasukan kaum Muslimin untuk memindahkan semua harta ghanimah ke Ji’ronah, beliau ﷺ langsung bergegas menyusul pasukan Khalid bin Walid untuk bersama melawan kekuatan Bani Tsaqif yang berlindung di balik benteng Thoif.

Setibanya pasukan Rasulullah di Thoif, pasukan musuh langsung meyambut dengan serangan hujan panah dari balik benteng. Tentu saja kondisi ini sangat menyulitkan Nabi ﷺ dan pasukan Islam. Setelah mempelajari kondisi perang, Rasulullah ﷺ langsung memutuskan untuk menggunakan strategi mengepung benteng Thoif. Pengepungan berlangsung selama 20 hari.

Peperangan berlangsung dengan adu balas serangan panah. Beberapa kali Nabi memerintahkan lemparan manjaniq hingga berhasil membuat lubang di benteng Thoif. Namun dengan sigap pasukan Tsaqif menghalangi masuknya pasukan Muslimin dengan melemparkan besi panas.

Akhirnya kekuatan Thoif bisa dilemahkan dengan strategi diplomasi elegan yang dimainkan oleh Rasulullah. Beliau menyampaikan barang siapa yang keluar dari benteng dan menyerahkan diri maka dirinya akan dimerdekakan. Maka keluarlah satu demi satu dari kalangan mereka.

Di akhir peperangan, Nabi mengambil kebijakan untuk meninggalkan Thoif dan menuju Ji’ronah. Di perjalanan pulang meninggalkan Thoif Nabi sempat mengucapkan doa: “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada Bani Tsaqif dan datangkanlah mereka.” Dengan doa inilah sebagian besar penduduk Thoif masuk Islam dan menjadi pendukung dakwah Islam.

Kota Thoif

Demikianlah beberapa peristiwa penting yang terjadi di bulan Syawal dalam lintasan sejarah perjuangan Nabi Muhammad ﷺ demi memenangkan ajaran Allah ﷻ. Dari data sejarah ini kita bisa mengambil sebuah pelajaran penting bahwa pergantian bulan demi bulan dalam kehidupan para pendahulu kita senantiasa diisi dengan perjuangan dan pengorbanan untuk meninggikan kalimat Allah.

Semoga kita semua menjadi bagian dari orang-orang yang siap memperjuangkan Islam hingga akhir hayat. Wallahu a’lam bis-shawab.

Sumber:

  1. Ibnu Hisyam, Al Sirah Al Nabawiyah (Beirut: Daar al Kitab al Arobi, tahqiq: Prof DR Umar Abdus Salam Tadmuri, tahun 1410 H/1990M, cetakan III).
  2. Shofiyur Rahman al Mubarokfuri, Al Rohiq al Makhtum (Dar al Wafa, tahun 1425H/2004M).
Baca Juga