SALAM-ONLINE: Dari kepala daerah hingga tingkat RT mengeluhkan Pembagian bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat yang datang tidak sesuai dengan data yang diajukan.
Jika konfirmasi data warga miskin dari pusat yang berhak menerima bantuan di daerah ternyata hanya 50 persen yang terealisasi atau mendapatkan hak, maka, menurut pengamat politik, Ubedilah Badrun, ini artinya menyangkut dua hal.
“Dua hal tersebut ialah adanya problem data yang akut dan adanya problem ketidakmampuan pemerintah pusat untuk memberikan bantuan di tengah pandemic Covid-19,” kata Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS) ini, Senin (4/5/20).
Jadi, menurutnya, bisa karena kebohongan data kemiskinan yang ada di pemerintah atau karena ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan bantuan. Dengan fakta tersebut maka problem data kemiskinan pada pemerintahan ini memang sangat buruk.
“Fakta itu juga semakin membenarkan buku How to Lie with Statistic karya Darrel Huff (1954) tentang bagaimana berbohong dengan statistik,” terangnya.
Namun jika persoalannya ada pada ketidakmampuan pemerintah pusat dalam memberikan bantuan kepada rakyat, maka pemerintah pusat hanya memberikan harapan palsu karena selalu menyatakan menyanggupi memberikan bantuan.
“Jika sebabnya karena ketidakmampuan pemerintah pusat, sehrusnya dari awal pemerintah pusat menyampaikan ketidakmampuannya. Jangan sampai itu terjadi di semua kabupaten di Indonesia. Itu artinya pemerintah pusat pemberi harapan palsu (PHP). Jangan PHP-lah,” ujar Ubedilah. (rmol.id)