MK Minta Joko Widodo Hadir dalam Sidang Gugatan Perppu Corona Rabu Depan

Joko Widodo

SALAM-ONLINE: Mahkamah Konstitusi (MK) memanggil Presiden Joko Widodo untuk menghadiri sidang pleno dalam pokok perkara uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 atau yang dikenal juga sebagai Perppu Corona.

Sebelumnya pada 12 Mei lalu, DPR menyetujui Perppu tersebut menjadi Undang-Undang (UU).  Peraturan tersebut diterbitkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo di tengah ‘perang’ melawan Virus Corona (Covid-19) yang berimbas pada perekonomian domestik dan global.

Pembahasan untuk Perppu ini sudah dilakukan para anggota dewan di setiap komisi yang bersangkutan sejak bulan lalu. Dari pembahasan tersebut, dari 9 fraksi yang ada, 8 menyatakan setuju. HANYA 1 FRAKSI YANG MENOLAK, YAKNI FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS).

Berdasarkan keterangan resmi MK di situs mkri.id, sidang tersebut akan digelar pada Rabu pekan depan (20/5/2020) pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.

Dalam keterangan MK disebutkan para pihak, saksi dan ahli wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi. “Agenda mendengarkan penjelasan DPR dan keterangan Presiden,” tulis pengumuman MK, Sabtu (16/5/2020).

Sidang pleno ini membahas gugatan perkara nomor 24/PUU-XVIII/2020 yang diajukan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Yayasan Mega Bintang 1997, LP3HI, KEMAKI dan LBH PEKA.

Sebelumnya MK sudah menggelar sidang pengujian materiil Perppu ini pada Kamis (14/5/2020). Sidang dilakukan di tengah suasana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta.

Sidang tersebut sekaligus untuk perkara Nomor 23/PUU-XVIII/2020, 24/PUU-XVIII/2020 dan 25/PUU-XVIII/2020, digelar dengan posisi  fisik berjarak (physical distancing) sesuai dengan protokol kesehatan yang telah diatur Kementerian Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO). 

Siaran pers MK, pada perkara Nomor 24, yang diwakili oleh Boyamin bin Saiman (Koordinator MAKI) menyebutkan bahwa ada kejanggalan pada norma, yaitu berupa sistematikanya yang tak lazim seperti tidak ada ketentuan umum dari aturan Perppu tersebut dan langsung mengenai ruang lingkup. MAKI menilai bahwa norma ini hanya berguna dalam keadilan bagi pejabat dan tidak ada untuk rakyat.

Baca Juga

Sementara itu, terkait dengan nasihat Mahkamah pada persidangan lalu mengenai penerapan hukum darurat pada negara lain yang juga terdampak, Boyamin mencontohkan Malaysia.

Ia mendapati bahwa Malaysia tidak sampai membuat hukum darurat, hanya saja mengancam keberlakukan keadaan darurat militer. “Malaysia hanya mengancam darurat militer dan tidak membuat situasi darurat tentang keuangan,” jelas Boyamin.

Untuk perkara Nomor 23, pemohon adalah Prof Dr M Sirajuddin Syamsuddin, MA, Prof Dr Sri Edi Swasono, Prof Dr HM Amien Rais, MA, dkk.

Sebagai informasi, memang ada tiga nomor perkara (23,24,25) yang terdaftar di MK menggugat Perppu Corona. Gugatan pertama dilayangkan oleh MAKI dkk, gugatan kedua oleh Amien Rais dkk dan gugatan terakhir diajukan sendirian oleh Damai Hari Lubis. Mereka meminta Pasal 27 Perppu Corona dihapus dengan berbagai alasan.

Pasal 27 Perppu tersebut berbunyi:

(1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

(2) Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara. []

Baca Juga