Cabut RUU HIP, Tolak RUU Penggantinya dan Bubarkan BPIP

M Rizal Fadillah

Catatan M Rizal Fadillah*

SALAM-ONLINE: Ini tentu bukan peristiwa pidato Soekarno di Sidang BPUPKI. Pidato itu sudah menjadi dokumen historis. Kehebatan Soekarno dalam menuangkan gagasan luar biasa. Kita tidak boleh mencelanya.

Pada tanggal 1Juni 1945 istilah Pancasila diperkenalkan sebagaimana diperkenalkan pula Trisila dan Ekasila. Semua adalah proses menuju Pancasila sebagaimana yang kita kenal sekarang.

Menjadi makar ideologi adalah jika Pancasila 1 Juni 1945 yang bersilakan Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia), Internasionalisme (Perikemanusiaan), Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang Berkebudayaan itu diperjuangkan untuk suatu saat menggantikan Pancasila yang telah disepakati pada 18 Agustus 1945.

Perjuangan serupa dengan organisasi PKI dahulu yang juga menuntut agar ideologi negara Republik Indonesia adalah Komunisme/Marxisme-Leninisme. Pancasila digantikan kelak. Selama hidup dan bergerak PKI tetap berada di bawah Pancasila bahkan menyatakan “Membela Pantjasila”. Tokoh PKI DN Aidit adalah “jagoan” dalam teriak-teriak soal “Membela Pantjasila”.

Kita terpaksa menyebut adanya Gerakan 1 Juni 1945 karena realitanya dalam proses politik sangat terasa adanya gerakan, perjuangan, serta langkah serius untuk menanamkan keyakinan akan kebenaran Pancasila 1 Juni 1945. Bukan disimpan sebagai dokumen historis, akan tetapi sudah menjadi misi politis yang harus diterima sebagai landasan yuridis.

RUU HIP adalah landasan yuridis yang hendak diletakkan tersebut. Kulminasi dari keyakinan perjuangan yang dianggap telah sampai dan menemukan momentum. RUU BPIP yang diajukan menjadi strategi “mundur sedikit” menghadapi benturan keras perlawanan pembela Pancasika 18 Agustus 1945, khususnya umat Islam.

Gerakan I Juni 1945 dapat diawali dengan bukti konsepsi bagi misi:

Baca Juga

“Mempengaruhi dan menjiwai jalannya penyelenggaraan negara agar senantiasa berdasarkan ideologi Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945 serta jalan Trisakti sebagai pedoman strategis dan tujuan kebijakan politik partai demi terwujudnya pemerintahan yang kuat dan efektif, bersih, dan berwibawa”.

Gerakan 1 Juni 1945 tentu berapologi tidak menafikan Pancasila 18 Agustus 1945, akan tetapi dari gerak dan langkahnya telah terasa merongrong kewibawaan Pancasila 18 Agustus 1945. Pancasila telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia dan tidak boleh dikhianati.

Keputusan Presiden No 24 tahun 2016 tentang Hari Lahirnya Pancasila yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo dinilai menjadi penguat bagi langkah gerakan. Berlanjut hingga RUU HIP yang kontroversial dan menyisakan buntut RUU BPIP. Konflik ideologi akan semakin terbuka ke depan, jika tidak ada koreksi, introspeksi, evaluasi serta antisipasi.

Darimana memulainya? Ya, jawabannya sudah jelas di samping cabut RUU HIP, tolak RUU penggantinya (RUU BPIP) dan bubarkan BPIP. Ini adalah langkah strategis dalam rangka menyelamatkan Pancasila 18 Agustus 1945.

Ke depan kiranya Pemerintahan Joko Widodo harus mencabut kembali Kepres No 24 tahun 2016 tentang Lahirnya Pancasila. Hal ini karena masih terjadinya perdebatan keras tentang hari lahir Pancasila itu, apakah 1 Juni 1945, 22 Juni 1945 ataukah 18 Agustus 1945?

Moga para pemimpin negara arif dalam mengelola negara yang telah susah payah “dipersembahkan” oleh para pejuang dan “the founding fathers”.
Tegakkan keadilan dan kedamaian.

*) Pemerharti Politik dan Kebangsaan

Bandung, 28 Dzulqo’dah 1441 H/19 Juli 2020 M

Baca Juga