Kisah Bu Tati & Mang Odang: Terlilit Bunga Bank Emok, Dibantu Program Wakaf ACT

Potret seorang petani sedang membawa hasil panen dari sawahnya ke rumah.

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Tidak lama setelah resmi diluncurkan, program Wakaf Modal Usaha Mikro mulai mendata para calon penerima manfaat modal dari dana wakaf. Di antara penerima manfaat yang merasakan kebermanfaatan dan keberkahan dari program tersebut adalah Ibu Tati dan Mang Odang.

Beberapa tahun lalu, Tati pernah mengajukan pinjaman berbunga untuk usaha tanaman jual beli pohon sengon (albasia). Namun, setengah jalan, usaha itu merugi. Untung tidak didapat, Tati dan suaminya harus mengembalikan modal beserta bunganya dengan cara mencicil. Ia pun menyambung usaha dengan berjualan makanan ringan. Usaha itu dirintisnya pelan-pelan.

Ikhtiarnya berjualan kue digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Anak sulung Tati baru akan masuk kuliah, sedangkan anak bungsunya masih bersekolah SD. Suami Tati berhenti kerja karena kecelakaan, sementara ia adalah tulang punggung keluarga.

Tidak mau terjerat riba utang untuk kedua kali, Tati amat mendukung Wakaf Modal Usaha Mikro, program yang memungkinkan perputaran ekonomi dari umat ke umat itu.

“Dukungan modal usaha yang tanpa bunga tidak membuat beban para pelaku usaha, terkhusus usaha mikro ya. Ini menggunakan sistem wakaf, dari umat ke umat,” ungkapnya.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Mang Odang, petani Desa Telarsari, Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Dalam mengelola lahan sewaan, Mang Odang berutang dari Bank Emok. Bank Emok yang dimaksud Mang Odang adalah rentenir yang biasa meminjamkan uang di desa-desa.

Sistem pinjaman Mang Odang sebesar Rp3 juta itu harus dicicil Rp90 ribu per minggu selama satu tahun, sehingga dalam satu tahun Odang membayar sekitar Rp 4,3 juta atau dengan bunga sekitar 44 persen.

Hadirnya program Wakaf Modal Usaha Mikro membawa kebahagiaan bagi Mang Odang. “Alhamdulillah, haturnuhun, dengan Wakaf Modal Usaha Mikro, saya terlepas dari Bank Emok dan punya modal untuk usaha tani. Memang ini yang diharapkan oleh keluarga Mang Odang,” ucap Mang Odang.

 Dari dua kisah di atas, wakaf tidak hanya bernilai ibadah, tetapi juga mampu menopang ekonomi masyarakat. Kebermanfaatan dan keberkahan menjadi inti dari wakaf itu sendiri. Kebermanfaatan dilihat dari bagaimana dana wakaf yang dikelola secara produktif mampu menopang hidup mauquf ‘alaih atau penerima manfaat. Nilai pokok wakaf tetap terjaga, sementara keberkahan dapat dirasakan dari bagaimana wakaf menjadi pembasmi riba.

Baca Juga

Keberkahan dan kebermanfaatan wakaf telah dibuktikan oleh wakaf sumur Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang sudah tidak asing lagi. Sahabat Nabi ini membeli sumur dari seorang Yahudi bernama Raumah. Setelah diwakafkan, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma yang hasilnya dapat dimanfaatkan.

Tidak berhenti sampai di situ, kebun tersebut dikelola dari generasi ke generasi, oleh para khalifah hingga pemerintahan Arab Saudi di bawah Kementerian Pertanian. Hasil dari kebun kurma tersebut oleh pemerintah Arab Saudi dijual ke pasar-pasar. Setengah keuntungan disalurkan kepada anak yatim dan yang membutuhkan. Setengahnya lagi disimpan dalam bentuk rekening di bank atas nama Utsman bin Affan yang dipegang oleh Kementerian Wakaf.

Uang rekening Utsman yang terus bertambah kemudian digunakan untuk membangun hotel bintang lima dengan nama Hotel Utsman Bin Affan. Hotel tersebut dikelola oleh Sheraton dan merupakan salah satu hotel bertaraf internasional dengan 15 lantai dan 24 kamar di setiap lantainya. Hotel Utsman dilengkapi pula dengan restoran besar dan tempat belanja serta dekat dengan Masjid Utsman bin Affan yang juga masih aktif digunakan.

Ustadz Faris dalam peluncuran Wakaf Modal Usaha Mikro yang diselenggarakan Global Wakaf-Aksi Cepat Tanggap (Global Wakaf-ACT) menyebut, tradisi wakaf yang diajarkan kepada umat Islam sebenarnya begitu tinggi. Dengan aset yang bisa berkembang, Islam mengajarkan umatnya untuk selalu produktif.

Namun, gagasan wakaf yang produktif di Indonesia kurang begitu mendapat tempat karena lebih banyak yang mengenal wakaf sebagai masjid. Ustadz Faris mengutip hadits yang mengatakan bahwa siapapun yang membangun masjid akan mendapatkan rumah di surga.

Mang Odang bersama Ketua Kelompok Tani Waru Jaya dan Tim Global Wakaf-ACT sedang berikhtiar menyelesaikan persoalan utangnya. (Dokumentasi Global Wakaf-ACT)

Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar mengingatkan bahwa di tengah kondisi normal (kebiasaan) baru, masyarakat sering lupa untuk fokus pada bantuan Allah dan dari mereka yang membutuhkan.

“Tidak semuanya dapat menjadi solusi saat ini dengan perspektif logika. Kita juga harus menggunakan perspektif iman. Di banyak program, Global Wakaf-ACT siapkan tidak hanya untuk memenuhi dan memahami kebutuhan go emphatic, namun juga go spiritual, baik dalam tahap individual hingga nasional. Saatnya ubah kebiasaan kita di era normal baru ini. Jadikan momentum Muharam ini untuk mengedepankan wakaf, membantu usaha-usaha atau kehidupan sosial kita,” kata Ibnu.

Di hari Jumat yang penuh berkah ini, berlarilah menuju akhirat dengan sedekah jariah yang mengalirkan pahala hingga akhir hayat. Segera klik https://indonesiadermawan.id/category/wakaf dan pilih program wakaf terbaik. []

Baca Juga