Sajadah Impor dari Cina Banjiri Pasar Indonesia, Pabrik Lokal PHK Massal

SALAM-ONLINE: Industri sjadah dan karpet dalam negeri megap-megap karena terganggu prosuksinya. Tak kuat bersaing dengan produk impor. Derasnya impor produk sajadah dan karpet dari Cina dan Turki dalam beberapa tahun terakhir, membuat produk sajadah dan karpet Indonesia sempoyongan. Karpet impor asal Cina dan Turki punya kelebihan harga yang murah, sehingga produk lokal susah bersaing dan terganggu produksinya.

Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan. API mewakili industri karpet dan sajadah dalam negeri telah mengajukan permohonan safeguard ke Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag).

“Kami harapkan dapat segera dikabulkan agar industri karpet sajadah dalam negeri dapat diselamatkan dan menghindari terjadinya banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masif,” kata Rizal dalam pernyataan resminya, Sabtu (22/8/20).

Dalam Catatan BPS telah terjadi lonjakan impor karpet dan penutup lantai tekstil lainnya pada periode tahun 2017 sampai 2019 dengan tren sebesar 25,2%. Lonjakan impor ini menyebabkan ancaman kerugian serius pada Industri Dalam Negeri.

Akibat produk impor sejenis yang secara langsung bersaing dengan produk Industri Dalam Negeri ini adalah menurunnya pangsa pasar produk lokal.

Dampak banjir produk impor karpet dan sajadah tersebut mengakibatkan industri dalam negeri terpaksa mengurangi produksinya. Hal ini berakibat pada penumpukan persediaan bahan baku dan barang jadi dalam jumlah yang besar hampir di semua pabrik. Utilisasi dari kapasitas terpasang kurang dari 40%.

Dengan turunnya produksi maka otomatis berakibat pada pengurangan karyawan yang cukup banyak (massal). Kinerja keuangan industri dalam negeri pun telah mengalami penurunan yang signifikan.

Menurut BPS, dalam tahun 2019 impor Produk Karpet dan Penutup Lantai Tekstil Lainnya mayoritas berasal dari Cina dan Turki, masing masing sebesar 63,43 % (Cina) dan 19,16 % (Turki).

Baca Juga

Harga rata-rata produk impor dari Cina dan Turki adalah sebesar 2,5 dolar AS per kg dan 1,36 dolar AS per kg. “Yang sudah jelas-jelas menunjukkan bahwa mayoritas produk produk yang diimpor adalah yang berkualitas rendah dan tidak sesuai dengan standar kesehatan dan keselamatan (K3L) seperti memakai bahan Foam/Busa (yang mudah terbakar) dan sisa sisa limbah industri tekstil (yang tidak baik untuk kesehatan) sebagai bahan alas karpet dan sajadah,” terang Rizal.

Padahal, Indonesia sendiri telah memproduksi barang-barang berkualitas dan telah memiliki berbagai sertifikat dari dalam dan luar negeri. Hal ini di buktikan dengan banyak produk dalam negeri terpasang di hotel-hotel bintang 5, gedung-gedung bioskop kelas atas, Bandara Udara, Masjid-masjid, Perkantoran serta Otomotif.

Ketua Komite Karpet dan Sajadah API Jivat Khiani mengatakan beberapa tahun terakhir impor produk Karpet dan Sajadah telah menggerus pangsa pasar industri dalam negeri, terutama dengan harga yang lebih rendah.

Selain membanjirnya produk-produk impor, API juga mengalami kendala yaitu adanya disharmonisasi tarif Bea Masuk impor yang dikenakan terhadap Bahan Baku utama berupa Polypropilene Resin yaitu sebesar 10%, sementara tarif Bea Masuk impor untuk Benang Polypropilene lebih rendah yaitu sebesar 5 %.

“Sedangkan untuk produk akhirnya yaitu barang jadi berupa Karpet dan Sajadah dikenakan tarif Bea Masuk impor sebesar 0% (nol persen) dari negara-negara yang mempunyai perjanjian dagang,” kata Livat.

Sumber: CNBC Indonesia

Baca Juga