Lagi, Aktivis Mesir Meninggal di Penjara Akibat Kelalaian Medis yang Disengaja
Ahmed Abdrabbu, termasuk di antara hampir 1.000 tahanan yang meninggal di tengah kelalaian medis sejak Abdel Fattah el-Sisi menjadi presiden ilegal, hasil kudeta tidak sah, di Mesir.
SALAM-ONLINE: Aktivis Mesir Ahmed Abdrabbu meninggal di dalam Penjara Tora Mesir yang terkenal kejam pada Rabu (2/9/20). Abdrabbu meninggal sebagai akibat dari “kelalaian medis yang disengaja”, kata sebuah kelompok hak asasi manusia.
Direktur Committee for Justice (CFJ), Ahmed Mefreh, yang bermarkas di Jenewa, mengungkapkan kepada Middle East Eye (MEE) bahwa Abdrabbu menderita sejumlah penyakit kronis, termasuk gagal ginjal akut, yang berkembang di tengah kondisi tidak sehat di penjara.
“Informasi awal menunjukkan bahwa dia meninggal karena kelalaian medis yang disengaja di penjara,” kata Mefreh.
“Selama hampir dua tahun, dia ditahan di sel isolasi, dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, termasuk penolakan untuk perawatan medis terhadap Abdrabbu dari petugas penjara,” ungkapnya.
Penjara Tora, yang dikenal sebagai “Scorpion” (Kalajengking), telah berulang kali dikecam oleh kelompok hak asasi manusia. Human Rights Watch (HRW) menggambarkan penjara itu sebagai tempat yang “merendahkan” harkat manusia.
“Pihak berwenang di sana melarang komunikasi antara narapidana dengan keluarga atau pengacara mereka selama berbulan-bulan. Mereka ditahan dalam kondisi yang direndahkan, tanpa tempat tidur, kasur atau perlenkapan yang higienis. Mereka juga dipermalukan, dipukuli dan dikurung selama berminggu-minggu di sel ‘disiplin’ yang sempit—penahanan yang mungkin sama dengan penyiksaan,” kata HRW dalam sebuah laporan pada 2016.
Menurut keluarga Abdrabbu, aktivis yang juga bergerak di bidang usaha penerbitan itu ditangkap pada 23 Desember 2018 di Bandara Internasional Kairo. Dia dituduh sebagai bagian dari “organisasi teroris” yang bekerja untuk “menentang konstitusi” negara—tuduhan yang biasa digunakan oleh otoritas Mesir terhadap penentang rezim kudeta Abdel Fattah el-Sisi.
Istri Abdrabbu, yang saat itu penangkapan itu bersamanya, dibebaskan pada Juni 2019. “Saat ini tengah menjalani pembebasan bersyarat,” tulis putrinya, Nusaiba, di Twitter.
Menurut Mohamed Soltan, seorang pembela hak asasi manusia Mesir-Amerika, putri Abdrabbu, seorang warga negara AS. Dia telah bertemu dengan beberapa pejabat Departemen Luar Negeri AS serta anggota Kongres untuk mengadvokasi pembebasan ayahnya.
“Terkejut dengan berita seperti ini setiap hari menjadi norma baru dan itu tidak baik. Setidaknya ada 60.000 tahanan politik (saya memiliki 7 anggota keluarga) di Mesir dan hampir 1.000 kematian terjadi di penjara,” tulis Soltan di Twitter.
“Kita tidak bisa melupakan mereka yang ada di penjara. Sesuatu harus berubah. Ini terlalu berlebihan!” serunya.
MEE menghubungi Departemen Luar Negeri Mesir untuk meminta komentar kasus Abdrabbu, hingga berita ini dipublikasikan, belum ada respons.
Sejak berkuasa pada Juli 2013, setelah kudeta militer yang ilegal terhadap presiden pertama yang terpilih secara sah dan demokratis di negara itu, Sisi dengan keras membungkam suara-suara kritis yang berbeda dengan rezim berdarah itu.
Puluhan ribu orang telah ditangkap. Banyak dari mereka yang ditangkap itu adalah kritikus, penulis, jurnalis, pembela hak asasi manusia dan pengunjuk rasa damai. Ribuan orang telah dipenjara tanpa pengadilan di bawah sistem penahanan praperadilan yang kejam di Mesir.
Menurut Mehreh (CFJ), yang melacak kematian di penjara Mesir, termasuk akibat Covid-19, hampir 1.000 tahanan telah meninggal dalam tahanan sejak Juli 2013.
“Mayoritas dari kematian itu karena kelalaian medis (yang disengaja),” kata Mefreh.
Dalam laporan dua tahunannya, CFJ mendokumentasikan kematian 51 tahanan akibat otoritas penjara menolak perawatan medis selama paruh pertama tahun 2020, termasuk 17 orang yang meninggal karena Covid-19.
Mereka yang kematiannya dikaitkan dengan kelalaian medis dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Presiden Mohammad Mursi, tahanan Mesir-Amerika Mustafa Kassem, sutradara f ilm Shadi Habash dan mantan anggota parlemen Ikhwanul Muslimin, Essam El-Erian. (mus)
Sumber: MEE