Mengapa Rezim Dituduh Membuka Pintu Komunisme?

Pembakaran bendera PKI (Palu Arit) saat massa berunjuk rasa menolak partai terlarang itu

Catatan M Rizal Fadillah*

SALAM-ONLINE.COM: Publik kini menyorot kinerja Pemerintahan Joko Widodo sebagai rezim yang membuka pintu komunisme. Tentu agak aneh sorotan ini. Bukankah Ketetapan MPRS No XXV/MPRS/1966 masih dinyatakan berlaku? PKI itu adalah organisasi  terlarang. Terlarang pula menyebarkan paham Komunisme dan Marxisme/Leninisme.

Persoalan muncul lantaran sejak Pak Joko Widodo menjabat Presiden tidak satu patah kata pun yang terucap bahwa PKI dan Komunisme itu ada dan atau mengancam. Sementara masyarakat khususnya umat Islam merasakan aroma keberadaan pengembangan paham terlarang ini. Bahkan dengan nada menantang Pak Joko Widodo pernah meminta agar tolong ditunjukkan keberadaan PKI.

Upaya untuk mencabut Ketetapan MPRS No XXV tahun 1966 pun ada meski dengan alasan bahwa aturan tersebut “out of date”. Ada yang secara terang-terangan merasa bangga sebagai anak keturunan dari PKI. Pembelaan bahwa PKI itu korban. Simbol PKI palu arit juga marak di masyarakat. Terasa ada geliat rehabilitasi dan tuntutan rekonsiliasi. Panglima TNI waktu itu Jenderal Gatot Nurmantyo mensinyalir akan kebangkitan PKI dan Komunisme ini.

Buku-buku kiri dibaca oleh para aktivis dan partai kiri pun muncul. Kehadiran PRD (Partai Rakyat Demokratik) mengingatkan keberadaan FDR (Front Demokratik Rakyat) bentukan Muso. Kemudian “diaspora” aktivis kiri yang menyebar ke berbagai partai politik dengan indikasi terbanyak ke PDIP.

Sebagai “the rulling party” pantas partai  menjadi sorotan atas perilaku penguasa. Muncul RUU HIP membawa efek pada bongkar-bongkar. Pengusul awal RUU adalah Rieke Dyah Pitaloka. Akhirnya diketuk oleh Puan Maharani Ketua DPR-RI sebagai RUU Inisiatif DPR-RI. Setelah menghadapi gempuran hebat khususnya dari umat Islam, maka RUU “berbau komunis” tersebut akhirnya ditunda oleh Pemerintah.

Bola kemudian diambil Pemerintah dengan mengajukan  RUU BPIP yang platformnya masih berspirit RUU HIP. Kekusutan dan kepanikan dalam memaksakan aturan semakin nyata. Ternyata rezim adalah paduan Pemerintah dengan DPR yang terkooptasi. Mengambangkan status kedua RUU menambah kuat sorotan dan tuduhan bahwa pintu komunisme ingin tetap dibuka.

Sikap Presiden, ajuan RUU DPR, manuver kader dalam membela kader PKI yang menjadi korban, serangan masif terhadap Soeharto, kriminalisasi aktivis Anti PKI, hubungan erat dengan PKC, serta berbagai pernyataan keprihatinan para purnawirawan TNI menjadi sinyal akan keberadaan gerakan Neo PKI dan Komunisme. Sementara Pemerintah terlihat abai dalam memberi “warning” pada rakyat.

Pemuliaan agama merosot. Tuduhan intoleransi dan radikalisme pada umat beragama, khususnya umat Islam, dinilai berlebihan dan mencurigakan. Ada desain kekuatan komunisme berada di belakangnya. Agama yang diganggu dan dikacaukan stabilitasnya.

Agar rezim tidak dituduh membuka pintu bagi bangkitnya PKI dan pengembangan paham Komunisme/Marxisme, maka penting empat langkah ini, yaitu:

Baca Juga

Pertama, berpidatolah Presiden untuk memberi peringatan akan bahaya Neo PKI dan Komunisme.

Kedua, cabut segera RUU HIP dan RUU BPIP serta bubarkan BPIP.

Ketiga, pulihkan hubungan Pemerintah dengan umat  Islam. Sadari bahwa Ulama dan pemuka agama adalah sokoguru bangsa.

Keempat, kembali kepada politik luar negeri bebas aktif. Pembangunan poros Jakarta-Beijing harus dihentikan. Pulangkan TKA Cina.

Pancasila sebagai konsensus tak perlu direinterpretasi atau diotak-atik lagi. Jangan tonjolkan Pancasila versi 1 Juni 1945 karena itu hanya memancing konflik dan kegaduhan. Pancasila 18 Agustus 1945 sudah final, karenanya tinggal pelaksanaan atau pengamalan.

Pemerintahan Joko Widodo harus menyadari pandangan rakyat pada rezimnya. Ubahlah pandangan buruk dengan bukti perubahan sikap, kinerja dan budaya politik baru yang lebih memuliakan rakyat dan umat beragama, khususnya umat Islam.

Menjadikan umat Islam sebagai musuh adalah program PKI, dahulu dan kini.

PKI berubah bentuk dari waktu ke waktu. Kadang tidak terlihat tetapi aroma busuknya tercium sangat menyengat.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 6 Safar 1442 H/24 September 2020 M

Baca Juga