Ngalor-Ngidul Mahfud MD

M Rizal Fadillah, SH

Catatan M Rizal Fadillah*

SALAM-ONLINE.COM: Dalam acara Karni Ilyas di ILC, Mahfud MD kesannya menyalahkan publik atas kritik kepada Pemerintah dengan jalan pikiran bahwa semua Pemerintah selalu disalahkan. Mahfud MD berapologi bahwa siapapun yang duduk di Pemerintahan tidak akan mampu memperbaiki keadaan. Skeptisme sebagai alasan pembenar.

Ia mencontohkan Amin Rais “Bapak Reformasi” meskipun menjadi Ketua MPR tetapi tetap tidak mampu mengatasi korupsi dan kroni-isme. Gatot Nurmantyo yang Panglima TNI juga tidak dapat menangkap kader PKI atau komunis. Begitu juga dengan Rizal Ramli sampai Artijo Alkostar disebut-sebut oleh Mahfud.

Kemudian Mahfud menunjukkan fakta  bahwa semua Pemerintah dikritik bahkan ada pula yang dijatuhkan. Karenanya dimaklumi Pemerintahan Joko Widodo juga selalu disalahkan. Konon hal ini menjadi konsekuensi dari pelaksanaan asas demokrasi dan opsi sebaliknya adalah Pemerintahan otoriter. Sesuatu yang dapat ditafsirkan sebagai ancaman Mahfud.

Lucunya secara sumier disebut semua Presiden turun atau diturunkan dengan tuduhan melanggar Pancasila. Entah data sejarah dari mana Mahfud berkesimpulan sesederhana itu. Malah tidak ada satupun Presiden yang turun akibat melanggar Pancasila. Sekelas Soekarno pun diturunkan karena berhubungan dengan kasus G30S PKI.

Soeharto soal krisis ekonomi dan korupsi, Habibie efek dari referendum Tim-tim. Demikian pula Presiden yang lain lebih spesifik lagi bahkan ada yang lengser dengan normal. Bahwa rakyat melakukan kritik terhadap setiap Pemerintahan bukan menjadi alasan pembenar dari Pemerintahan Joko Widodo sekarang seakan benar.

Apa yang dikemukakan Mahfud MD ini dinilai ngalor ngidul, apologetik, tidak ilmiah dan bukan pandangan yang rasional apalagi solutif. Mahfud MD sebenarnya mengakui akan ketidakmampuan dirinya. Hanya ia tampil dalam kepribadian yang terbelah antara kepakaran bidangnya dengan kedudukannya sebagai bagian dari Pemerintahan.

Baca Juga

Akibatnya, argumen yang dikemukakan menjadi naif dan cenderung menembak orang untuk membenarkan diri. Mahfud MD semakin tenggelam dalam  kolam keruh kabinet pimpinan Joko Widodo. Terengah-engah  mendalihkan pembenaran, bukan berdasar dalil kebenaran. Kelu lidah untuk menyatakan kejujuran dan keadilan secara konsisten.

Publik kini sedang melihat perkembangan politik yang semakin memanas akibat kebijakan yang tidak pro rakyat, oligarkhis dan pragmatik. Mahfud sang Menko nampaknya terus berputar di pusaran air yang menenggelamkan. Selamat atau tidaknya sang Guru Besar tergantung pada kesadaran diri untuk membelah atau tidak kepribadian.

Argumen yang tidak ajeg dan ngalor ngidul membuat Mahfud MD kehilangan jati diri. Sementara lingkungan dan jabatan telah memenjarakan pikiran, fisik dan psikisnya.

Kemudian, ia semakin jauh saja dari simpati publik.

Oh, Mahfud yang malang.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 6 Rabi’ul Awwal 1442 H/23 Oktober 2020 M

Baca Juga