Digerebek, LSM Muslim Prancis Minta Suaka Politik ke Turki

Ketua LSM Muslim Prancis, BarakaCity, Idriss Sihamedi (Foto: Gutsy Voice/Twitter)

SALAM-ONLINE.COM: Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGO Muslim Prancis, BarakaCity, secara terbuka meminta suaka politik ke Turki untuk dirinya dan organisasinya, menyusul tindakan keras pemerintah Prancis terhadap warga Muslim dan pembubaran sejumlah organisasi dan LSM Muslim di negara tersebut.

Idriss Sihamedi, Pendiri dan Ketua BarakaCity, yang rumahnya digerebek oleh polisi anti-teror dua pekan lalu mengumumkan permintaan suaka ke Turki di Twitter pada Rabu (28/10/2020), demikian dilansir Middle East Monitor (MEMO), Kamis (29/10/20).

Dalam tweetnya, yang ditujukan kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Sihamedi mengatakan, “Mengikuti kebohongan pemerintah (Prancis) serta penutupan LSM kemanusiaan dan hak asasi manusia, saya secara resmi meminta suaka politik untuk BarakaCity.” Suaka itu, tulisnya, harus diberikan juga kepada “Tim LSM BarakaCity yang berada di bawah ancaman kematian”.

Akun resmi Direktorat Jenderal Manajemen Migrasi Turki merespons permintaan suaka tersebut  pada Kamis (29/10). Otoritas Turki di bidang Migrasi itu meminta Sihamedi agar melengkapi “nama, nama belakang, informasi identitas dan petisi untuk aplikasi suaka, termasuk nomor paspor sebagai bahan penilaian”. “Mengikuti informasi Anda, tim bandara Istanbul akan kami beri tahu,” kata otoritas Turki tersebut merespons permintaan Sihamedi.

Permintaan suaka Sihamedi ke Turki diajukan setelah BarakaCity, LSM yang mendistribusikan bantuan kemanusiaan kepada dua juta orang di seluruh dunia, ditutup dan dibubarkan oleh pemerintah Prancis setelah dua pekan penyelidikan karena dinilai memiliki hubungan dengan “Islamis”.

Dalam wawancara dengan MEMO pekan ini, Sihamedi membantah tuduhan tersebut. Dia menyatakan bahwa penggerebekan pemerintah terhadap dirinya dan organisasi lain dilakukan untuk mengirim pesan kepada komunitas Muslim Prancis agar tidak berbicara atau memegang pendapat yang bertentangan dengan negara dan nilai-nilai sekulernya.

Bagi banyak orang, permintaan suaka menimbulkan pertanyaan tentang eksodus komunitas Muslim Prancis dan bisnisnya dari negara itu, di tengah tindakan keras pemerintah. Tindakan keras diluncurkan bulan ini ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron berbicara menentang “separatisme Islam” dan menutup beberapa organisasi Islam, bisnis dan bahkan kafe milik Muslim di negara itu.

Baca Juga

Macron juga menolak untuk mengutuk kartun yang menista Nabi Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam). Dia menyatakan Prancis tidak akan menyerah untuk membuat karikatur berdasarkan kebebasan berekspresi.

Akibatnya, Presiden Turki recep Tayyip Erdogan pekan lalu mengatakan Macron mengidap gangguan jiwa dan “membutuhkan perawatan pada tingkat mental”.

“Apa lagi yang bisa dikatakan kepada kepala negara yang tidak memahami kebebasan berkeyakinan dan berperilaku seperti ini kepada jutaan orang yang tinggal di negaranya yang merupakan anggota dari agama yang berbeda?” kata Erdogan.

Setelah pernyataan Erdogan yang menyebut Macron perlu diperiksa kesehatan jiwanya, Prancis menarik pulang duta besarnya dari Turki.

Sebagai reaksi atas tindakan keras Prancis dan kartun yang menista Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, muncul seruan untuk memboikot produk, merek dan bisnis Prancis di seluruh negara mayoritas Muslim. Sementara beberapa negara sudah mulai memboikot di tingkat non-pemerintah, seperti Kuwait, Qatar, Yordania dan Pakistan. Sementara Erdogan secara resmi menyerukannya di Turki.

Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi pada Jumat 13 Rabi’ul Awwal 1442 H (30/10/2020 M) menyerukan kepada Umat Islam Indonesia dan dunia untuk memboikot seluruh peroduk Prancis. (mus)

Baca Juga