SALAM-ONLINE.COM: Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate jadi sorotan publik saat menjadi narasumber pada acara Mata Najwa dengan tema “Cipta Kerja: Mana Fakta Mana Dusta”, Rabu (14/10/2020) malam.
Pasalnya Johnny terlibat dalam debat dengan dua narasumber lainnya, yaitu Koordinator Pusat Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Remy Hastian dan Ketua YLBHI Asfinawati.
Dalam acara ini Johnny memaparkan terkait banyaknya informasi hoaks yang beredar di tengah masyarakat mengenai Omnibus Law Undang-Undang Cipta tersebut.
Menurut Johnny, Kemenkominfo mencatat ada 547 informasi hoaks yang tersebar terkait UU Cipta Kerja. Tak hanya itu, kata dia, ada juga hoaks soal suasana demonstrasi yang menyebar di tengah masyarakat.
Kominfo, katanya, mencatat ada ratusan ribu percakapan terkait dua isu tersebut. Percakapan-percakapan itu lantas dikualifikasikan sebagai hoaks ataupun disinformasi.
“Di Facebook ada 61, Instagram 241, Twitter 232, YouTube 11, TikTok ada 2,” ungkap Johnny.
Setelah memaparkan data tersebut, Jhonny kemudian terlibat perdebatan panas dengan Koordinator BEM SI Remy Hastian dan Ketua LBH Asfinawati.
Remy menolak jika aksi demo yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat dari mulai buruh, mahasiswa, petani, nelayan bahkan pelajar dibilang karena termakan hoaks.
Menurut Remy, aksi unjuk rasa besar-besaran di sejumlah daerah di Indonesia murni karena menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR bersama Pemerintah pada Senin, 5 Oktober 2020.
Remy justru menyebut pemerintah sendiri yang menciptakan hoaks di tengah penolakan massa terhadap UU Cipta Kerja.
“Pemerintah atau negara pada saat ini adalah merekalah yang menciptakan hoaks dan disinformasi,” tegas Remy.
Remy meyakini penolakan-penolakan tersebut terjadi karena pemerintah tidak mampu menyampaikan informasi secara terbuka dan akuntabel.
“Pemerintah tidak mampu menyampaikan informasi secara jelas terbuka dan juga akuntabel. Ini yang jadi permasalahan masyarakat untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja,” lanjutnya.
Johnny tak terima dengan pernyataan Remy. Ia langsung membantah pendapat Remy. Menurut Johnny, pemerintah dengan akuntabilitas tinggi menyampaikan informasi kepada masyarakat mana yang hoaks dan tidak.
“Mengapa ini? Karena Memang itu hoaks. Kalau pemerintah sudah bilang versi pemrintah itu hoaks, ya dia hoaks. Kenapa membantah lagi?” kata Johnny yang nampak emosi.
Pernyataan Johnny itu dibantah oleh narasumber lainnya di acara tersebut yaitu Direktur YLBHI Asfinawati.
Menurutnya, UU Cipta Kerja tidak bisa dibaca hanya 1 pasal saja. Asfin justru menyebut “Pemerintahlah yang saat ini menciptakan hoaks itu sendiri”.
Asfinawati menyebut, pemerintah telah melakukan hoaks karena saat ini informasi draf final Omnibus Law tidak ada yang pasti sehingga masyarakat bingung.
“Kalau hoakas itu dikatakan disinformasi, maka pemerintah sedang melakukan disinformasi. Menuduh orang melakukan hoaks tapi tidak pegang naskahnya. Naskahnya baru dikirim hari ini (Rabu), penangkapan itu tak sah. Itu hoaks terbesar yang dilakukan negara,” kata Asfinawati.
Asfinawati juga menyebut detail pasal-pasal seputar tenaga kerja di Omnibus Law yang berpotensi merugikan pekerja dan buruh.
“Negara telah melakukan disinformasi kalau hanya menyampaikan informasi ke masyarakat tidak lengkap, apalagi hanya satu pasal saja,” terangnya.
Disinformasi itu, kata Asfin, negara mengutipnya satu pasal saja. “Tidak semua orang tahu melalui satu pasal saja,” ujarnya.
Dari perdebatan itulah, nada Johnny semakin meninggi. Ia mengklaim pemerintah terlibat dalam pembuatan UU Omnibus Law sehingga paham detail mana yang hoaks dan mana yang tidak.
Kolom komentar unggahan Najwa Shihab pun dipenuhi ribuan komentar dari publik.
“Ngeri sih pas menkominfo bilang, “kalau menurut pemerintah hoax ya itu hoax”. RIP demokrasi,” tulis warganet dengan akun Diki Apri****
“Ciri-ciri orang yang anti demokrasi, merasa paling benar sendiri, selamat datang era otoriter,” sahut akun Staf Han***
“Contoh kebenaran yang memaksa,” tulis @ramdhany12 menanggapi Johnny.
Sumber: Mata Najwa/Narasi TV/Youtube