Majelis Rakyat Papua Tolak Izin Investasi Miras yang Diteken Joko Widodo

Gerakan Perempuan Anti Miras dan Narkoba didampingi Kepala Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Papua Anike Rawar (tengah) juga menolak miras di Papua. (Foto: Antara/Indrayadi TH)

SALAM-ONLINE.COM: Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menegaskan pihaknya menolak langkah Presiden Joko Widodo membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) dari skala besar hingga kecil di Papua.

Ia menegaskan selama ini pihaknya tak pernah diajak oleh pemerintah pusat untuk berpartisipasi dalam menyusun aturan tersebut.

“Tidak pernah dilibatkan (bahas Perpres Miras). MRP dengan tegas menolak Perpres tentang miras dan meminta kepada presiden segera cabut Perpres nomor 10 tahun 2021. Segera cabut!” kata Timotius seperti dilansir CNN Indonesia, Senin (1/3/2021).

Timotius sangat menyesalkan langkah yang diambil Joko Widodo usai mengeluarkan aturan tersebut.

Ia meyebut para pemangku adat dan para tokoh agama di Papua selama ini sudah bersama-sama melawan penyebaran minuman keras di tengah masyarakat.

Bahkan, kata dia, pemerintah Papua melalui Gubernur Papua Lukas Enembe telah meneken Perda Nomor 15 Tahun 2013 tentang pelarangan peredaran minuman keras di Bumi Cenderawasih.

Baca Juga

“Kami MRP yang mewakili rakyat Papua, lebih khusus rakyat Orang Asli Papua sangat menyesal dengan surat presiden terkait dengan penanaman modal miras di Papua tersebut,” ujarnya.

Timotius menegaskan peredaran miras di Papua selama ini sudah mengganggu ketertiban dan keamanan umum. Bahkan, kata dia, penyalahgunaan miras juga mengganggu ketenteraman umat beragama di Papua selama ini.

“Sehingga kami menolak adanya industri Miras di tanah Papua,” tegasnya.

Papua menjadi salah satu dari tiga provinsi lain yang diberikan izin pembuatan industri miras di Indonesia, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. []

Sumber: CNN Indonesia

Baca Juga