Tontonan Diskriminasi di Masa Pandemi: 01 dan 02 di Pelaminan ‘Artis’

Catatan M Rizal Fadillah*

SALAM-ONLINE.COM: Joko Widodo dan Prabowo Subianto bukan melangsungkan pernikahan. Tetapi keduanya hadir dan menjadi saksi perkawinan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah.

Krisdayanti dan Anang Hermansyah berbahagia menikahkan putrinya. Persoalannya bukan sekadar pernikahan yang memang wajar-wajar saja. Yang tak wajar adalah kehadiran Presiden, Menteri dan pejabat tinggi lainnya di acara besar-besaran pernikahan anak artis itu pada musim pandemi Covid-19.

Sementara di sisi lain tokoh umat, HRS, sedang mengalami proses peradilan di PN Jakarta Timur. HRS dipersalahkan melakukan acara pernikahan putrinya di Petamburan. Kerumunan walimahan penyebabnya. Tontonan mencolok atas dua peristiwa yang berbeda. Ada diskriminasi hukum dan politik.

Sayang nol dua yang didukung habis dulu, mingkem terus tanpa sedikit pun ada pembelaan. Malahan menjadi saksi prosesi wedding “artis”. Mengenaskan.

Memang, nol dua sudah dua nol. Pertama, sebagai pembantu. Kedua, sebagai pengikut bahkan pengekor. Keok total.

Kini nol satu (01) dan nol dua (02) sama-sama datang ke perhelatan pandemi Covid-19. Masa bodoh dengan pandangan dan kritik masyarakat. Yang penting menikmati kekuasaan. Power is delicious. Serasa di pelaminan, mungkin. Kepekaan pada perasaan hati rakyat seperti terus memudar.

Baca Juga

Rakyat sebenarnya marah dengan perilaku pemimpin yang tak berperasaan dan munafik. Akan tetapi Covid-19 menghalangi aksi untuk mengkspresikan kemarahan itu. Politisi busuk selalu berbicara tentang hal yang baik dengan mengerjakan banyak hal buruk. Negara diurus suka-suka serasa milik dia dan mereka, bukan kita.

Nol satu dan nol dua di pelaminan. Dihormati dan dijilati oleh pencari muka. Atas nama undangan dan diminta doa. Doa yang tentu menyakiti rakyat banyak. Sayang, sebenarnya nol satu dan nol dua harus memaksakan hadir yang menimbulkan kegelisahan public, termasuk warganet. Jokower Rudi S Kamri saja mencak-mencak memprotes. Pernikahan “artis” sedemikian dipentingkan.

Nol satu memang agak aneh. Ketika ada “artis” meninggal, misalnya Glen Fredly atau Didi Kempot, ia sengaja ucapkan duka cita. Sedangkan mantan Panglima TNI Djoko Santoso meninggal tak ada belasungkawa, apalagi jika yang meninggal itu ulama Syaikh Ali Jaber misalnya. Parah, memang.

HRS yang jadi pesakitan di meja hijau akibat kerumunan pernikahan dinilai sebagai pelaku kriminal. Sementara Anang Hermansyah dan Krisdayanti tidak apa-apa. Joko Widodo dan Prabowo ikut pula di acara Hotel Raffles ini. Biaya pengamanan Presiden di situasi marak terorisme bisa mencapai puluhan miliar.

Lex nemini operatur iniquu—Hukum tidak memberi ketidakadilan kepada siapa pun. Seharusnya memang begitu, kecuali di negeri di mana Petruk yang jadi Raja.

*) Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Baca Juga