Setelah Taliban, Kini Kudeta di Guinea Bikin Pusing Rezim Paranoid

Catatan M Rizal Fadillah*

M Rizal Fadillah

SALAM-ONLINE.COM: Rezim paranoid selalu pusing pada peristiwa yang diduga berhubungan dengan kekuasaan dirinya. Meskipun peristiwa itu terjadi di luar negeri.

Setelah ramai mewaspadai pengaruh kemenangan Taliban atas Amerika dengan isu ikutan radikalisme, ektremisme dan terorisme maka kudeta militer di Guinea adalah goncangan berikut. Masalahnya kudeta tersebut terjadi pasca keterpilihan Presiden hasil amendemen konstitusi untuk perpanjangan jabatan tiga periode.

Amendemen memperpanjang jabatan ini persis dengan yang ramai diwacanakan di Indonesia. Bahkan ada tim kampanye Joko Widodo segala untuk jabatan 3 periode melalui Pilpres 2024 yang menyandingkan Joko Widodo dengan Prabowo. Amandemen Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) diprediksi akan menjadi pintu masuk bagi amendemen UUD 1945 untuk masa jabatan Ptresiden.

Kudeta di Guinea menggulingkan Presiden Alpha Conde dipimpin Letkol Mamady Doumbouya. Rakyat menyambut gembira karena muak atas kepemimpinan Conde. Oposisi dan ratusan pemprotes ditahan.

Kini Alpha Conde yang justru ditahan ditempat tersembunyi. Tahanan politik mulai dibebaskan, di antaranya Oumar Sylla yang melakukan mogok makan pada Desember 2020.

Presiden yang baru saja sukses mengamendemen Konstitusi dan memenangkan Pemilu untuk jabatan tiga periode itu kini menghadapi tuntutan serius soal merajalelanya korupsi, pelanggaran HAM dan salah urus negeri. Menaikkan tarif dan pajak juga menjadi kecaman. Conde yang awalnya terpilih secara demokratis setelah berkuasa mengalami sindroma salah urus, korup dan ingin terus berkuasa.

Baca Juga

Taliban masih menjadi bulan-bulanan tembakan politik. Setelah BIN mengungkap melakukan penyusupan agen ke Taliban yang ralatnya ‘hanya ngobrol’ saja, kini ada pengamat intelijen Stanislaus Riyanta menyatakan bahwa perlu kewaspadaan pada euforia dukungan terhadap Taliban.

Pengamat intelijen lain Susaningtyas Nefo menyebut keberadaan madrasah yang berkiblat pada Taliban dan pelajaran bahasa Arab sebagai ciri dari radikalisme dan terorisme. MUI menganggap pengamat ini sebagai penyesat.

Pengamatan dangkal, hasil pemikiran dengkul dan berangkat dari rasa dongkol yang membabi buta menyerang umat Islam adalah fakta keberadaan komunitas Islamofobia akut. Entah berdiri sendiri atau pesanan. Selalu mengaitkan terorisme dengan segmen atau elemen keumatan. Aneh, semakin masif saja serangan keji yang hidup di rezim ini, baik yang dilakukan oleh buzzer, politisi, pengamat, aparat ataupun pejabat.

Kekuasaan yang runtuh adalah pelajaran yang menggentarkan. Keserakahan selalu menyebabkan kemarahan. Arogansi merupakan musuh dari keadilan dan kebenaran. Penjajahan asing dan boneka domestik yang dikalahkan oleh Taliban sungguh mengejutkan. Sementara kudeta tentara Guinea atas Kepala Negara yang ingin terus berkuasa rupanya begitu menakutkan.

Adakah esok muncul di negeri lain cerita gerakan rakyat yang merasa tertindas dan terus dibohongi oleh Presidennya mampu menumbangkan kekuasaan yang dinilainya zalim, korup, melanggar HAM dan selalu merasa benar atas segala kebijakannya?

Sejarah banyak menuturkan kisah yang sarat pelajaran namun diabaikan.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Baca Juga