Mengadu ke KPK Dilaporkan ke Polisi, yang Laporkan Belajar Hukum Lagi

Catatan M Rizal Fadillah*

Ubedilah Badrun, Dosen yang melaporkan dua putra Presiden Joko Widodo ke KPK, tapi Aktivis ’98 ini malah dilaporkan ke polisi oleh Ketua Umum Jokowi Mania (Joman)

SALAM-ONLINE.COM: Mengabdi membabi buta menyebabkan hilang kesehatan dalam memahami hukum. Main labrak dan berharap perlindungan atau dukungan kekuasaan.

Laporan Ketua Umum Jokowi Mania (Joman) Immannuel Ebenezer kepada Kepolisian atas pelaporan atau pengaduan dosen UNJ Ubedilah Badrun ke KPK adalah melabrak hukum. Kalaupun Kepolisian menerima, maka tetap tidak boleh memprosesnya.

Kasus yang diadukan oleh masyarakat atau dilaporkan ke KPK harus diproses lebih dulu. Setelah berujung hasil, baru terbuka upaya hukum berikut. Termasuk “laporan palsu”.

Itupun harus dilakukan dari pihak Terlapor yang dalam hal ini Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep. Bukan pihak lain seperti Immanuel Ebenezer. Apalagi mengaitkan dengan delik fitnah. Delik fitnah adalah “klacht delict” atau delik aduan, boss.

Pengaduan masyarakat ke KPK atas dugaan korupsi yang dilakukan seseorang terbuka seluas-luasnya dengan dorongan dan perlindungan Undang-Undang. UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur peran serta masyarakat untuk membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi (Pasal 41).

Anggota masyarakat memiliki hak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi (Pasal 41 ayat 2 butir a). Demikian pula terhadap pelapor/pengadu, terjamin untuk memperoleh perlindungan hukum (Pasal 41 ayat 2 butir e). Bahkan Pemerintah harus memberi penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi (Pasal 42 ayat 1).

Baca Juga

KPK pun gencar berkampanye meminta anggota masyarakat untuk menjadi “whistle blower” dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi. Atas dasar ini jika ada pelapor atau anggota masyarakat yang melakukan pengaduan kepada KPK maka ia tidak bisa dikriminalkan.

Pelaporan Immanuel atas Ubeidilah Badrun yang juga aktivis ’98 itu adalah salah kaprah, salah langkah dan salah proses hukum. Kepolisian harus menutup pintu. Apalagi dengan alasan “fitnah” dan mengganggu “anak Presiden” tentu tidak berdasar sama sekali. Bahkan Ketua Joman itu bisa saja dikualifikasikan telah melakukan perbuatan yang menghalangi pengungkapan kasus korupsi.

Pelaporan oleh Dosen UNJ itu bukanlah fitnah, tetapi bagian dari peran serta masyarakat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Status Gibran dan Kaesang sebagai anak Presiden tidak boleh menghalangi pengusutan. Mereka adalah warga negara yang berkedudukan sama di depan hukum. KPK harus objektif, adil, jujur dan berani dalam melakukan penegakan hukum.

Gibran dan Kaesang Pangarep lebih baik mengklarifikasi dan menjawab laporan KPK tersebut jika dipanggil oleh penyidik KPK. Bukan menggunakan tangan lain untuk menghalangi proses hukum. Apalagi kriminalisasi lapor melapor.

Jika demikian maka bukan mustahil langkah publik nantinya adalah melaporkan Immanuel Ebenezer atas perbuatan menghalangi pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Ingat kembali amanat Reformasi yaitu berantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)! Status sebagai anak Presiden tidak boleh menjadi halangan.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Baca Juga