Tolak Pemindahan Ibu Kota, Din Syamsuddin Akan Gugat UU IKN ke MK

Prof Dr HM Din Syamsuddin, MA

SALAM-ONLINE.COM: Mantan Ketua Umum Muhammadiyah dan MUI, Prof Din Syamsuddin secara pribadi menolak rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan. Bahkan, ia berencana menggugat Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang sudah disahkan oleh DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Segera kita gugat UU itu ke Mahkamah Konstitusi,” kata Din kepada CNNIndonesia, Jumat (21/1/2022).

Din tak menyebutkan kapan akan menggugat secara resmi UU IKN itu ke MK. Ia menilai pemindahan Ibu Kota Negara pada masa pandemi tak tepat. Sebab, masih banyak masyarakat yang kesusahan hidupnya saat ini.

Di samping itu, kata Din, tak ada urgensinya memindahkan ibu kota negara ketika pemerintah masih memiliki utang luar negeri yang tinggi. Bank Indonesia mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia yaitu US$416,4 miliar pada akhir November 2021.

“Tidak ada urgensi sama sekali apalagi pemerintah memiliki utang tinggi, adalah keputusan/kebijakan yang tidak bijak,” ujar Din.

Ia menilai pemindahan Ibu Kota baru ke Kalimantan berpotensi merusak lingkungan hidup. Tak hanya itu, Ibu Kota baru juga potensial menguntungkan segelintir oligarki.

Baca Juga

“Maka pemindahan Ibu Kota Negara adalah bentuk tirani kekuasaan yang harus ditolak,” tegasnya.

Proses peralihan menuju Ibu Kota Negara yang bernama Nusantara rencananya akan dimulai tahun ini setelah DPR mengesahkan RUU tentang IKN menjadi UU pada Selasa (18/1/2022) lalu.

Megaproyek Ibu Kota Negara Baru itu disebut membutuhkan anggaran sebesar Rpp466 triliun hingga Rp486 triliun.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi juga tidak setuju dengan keputusan pemerintah memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Dia juga mengajak warga DKI Jakarta untuk ramai-ramai menolak UU IKN dan dapat menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saya mendorong untuk melakukan (tindakan) sesuai prosedur hukum. Atau masyarakat DKI secara umum menyuarakan lebih besar lagi penolakannya. Tentu saja secara konstitusional, bermartabat, beradab, sehingga itu menjadi gagasan yang bisa disaksikan siapa saja, kan negara ini bukan milik penguasa,” katanya. (CI)

Baca Juga