SALAM-ONLINE.COM: Lembaga riset independen di bidang hukum konstitusi dan demokrasi, KoDe Inisiatif, meminta Ketua Mahkamah Konsitusi (MK), Anwar Usman mundur dari jabatannya setelah resmi menikah dengan adik dari Presiden Joko Widodo, Idayati.
Pelaksana tugas (Plt) Ketua KoDe Inisiatif, Violla Reininda, menilai Anwar perlu mundur guna menjaga marwah dan independensi MK.
“Sebagai seorang negarawan, Ketua MK Anwar Usman mesti mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua MK dan Hakim Konstitusi untuk menghindari potensi konflik kepentingan,” kata Violla dalam keterangan yang dikutip redaksi dari CNNIndonesia.com, Senin (30/5/2022)
Violla mengingatkan Anwar Usman terkait kode etik kehakiman setelah dirinya kini memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Joko Widodo. Jika ada hubungan keluarga (semenda), hakim wajib mengundurkan diri.
Hal itu diatur dalam Pasal 17 ayat (4) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penerapan Prinsip Ketidakberpihakan dalam Peraturan MK Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Menurut Violla, ketentuan tersebut berkaitan erat dengan checks and balances antara MK dengan pemerintah. Untuk diketahui, MK mengadili undang-undang yang dibuat pemerintah dan DPR.
“Terlepas dari periode kepemimpinan siapa UU disahkan, fakta dan praktik persidangan menunjukkan bahwa Presiden, melalui kementerian/lembaga, punya kepentingan untuk mempertahankan UU agar tidak dibatalkan MK,” kata Violla.
Ketua MK Anwar Usman menikah dengan adik dari Presiden Joko Widodo, Idayati, di Solo pada 26 Mei lalu. Sejumlah pejabat negara hadir, termasuk Presiden Joko Widodo.
Pernikahan mereka menjadi sorotan lantaran Anwar Usman masih menjabat sebagai Ketua MK.
Juru bicara MK Fajar Laksono menjelaskan bahwa pernikahan Anwar Usman dan Idayati merupakan urusan pribadi. Dia enggan menanggapi kecurigaan publik terhadap indepedensi ke depannya.
“Pernikahan itu adalah urusan pribadi Pak Anwar Usman, sehingga saya tidak boleh berkomentar terlalu jauh menyangkut soal itu,” ujar Fajar.
“Termasuk yang tadi ditanyakan soal apakah pernikahan itu nanti akan berpengaruh terhadap misalnya soal independensi ketika mengadili dan memutuskan perkara,” kata Fajar. (sumber)